Tujuan nasional bangsa Indonesia seperti yang termaktuf dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, adalah untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut diselenggarakan pembangunan nasional secara berencana, meyeluruh, terpadu, terarah, dan berkesinambungan. Adapun tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkam masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
Untuk tercapainya tujuan pembangunan nasional tersebut dibutuhkan antara lain tersedianya sumber daya manusia yang tangguh, mandiri serta berkualitas. Data UNDP tahun 1997 mencatat bahwa Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia masih menempati urutan ke 106 dari 176 negara. Tingkat pendidikan, pendapatan serta kesehatan penduduk Indonesia memang belum memuaskan.
Menyadari bahwa tercapainya tujuan pembangunan nasional merupakan kehendak dari seluruh rakyat Indonesia, dan dalam rangka menghadapi makin ketatnya persaingan bebas pada era globalisasi, upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan. Dalam hal ini peranan keberhasilan pembangunan kesehatan sangat menentukan. Penduduk yang sehat bukan saja akan menunjang keberhasilan program pendidikan, tetapi jiga mendorong peningkatan produktivitas dan pendapatan penduduk.
Untuk mempercepat keberhasilan pembangunan kesehatan tersebut diperlukan kebijakan pembangunan kesehatan yang lebih dinamis dan proaktif dengan melibatkan semua sektor terkait, pemerintah, swasta dan masayarakat. Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak hanya ditentukan oleh kinerja sektor kesehatan semata, melainkan sangat dipengaruhi olehinteraksi yang dinamis dari pelbagai sektor. Upaya untuk menjadikan pembangunan nasional berwawasan kesehatan sebagai salah satu misi serta strategi yang baru harus dapat dijadikan komitmen semua pihak, disamping menggeser paradigma pembangunan kesehatan yang lama menjadi Paradigma Sehat.
Penyusunan rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 ini adalah manifestasi konkrit dari kehendak untuk melaksanakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan dan paradigma sehat tersebut.
PERKEMBANGAN
1. Derajat Kesehatan
Sampai saat ini Angka Kematian Bayi (AKB) telah dapat diturunkan dengan laju penurunan rata-rata 4,1% setiap tahunnya. Jika pada tahun 1967 AKB di Indonesia masih berkisar 145 per 1000 kelahiran hidup, pada tahun 1991 AKB telah mencapai 51 per 1000 kelahiran hidup (Supas 1995). Angka Kematian Balita (AKABA) (0-4 tahun) juga telah mengalami penurunan yang cukup bearti. Jika pada tahun 1986, AKABA masih sebesar 111 per 1.000 kelahiran hidup, maka pada tahun 1993 telah menurun menjadi 81per 1.000 kelahiran hidup. Namun demikian perbedaan AKB dan AKABA antar propinsi masih bervariasi cukup lebar. Sementara itu Angka Kematian Ibu (AKI) juga mengalami adanya penurunan dari 540 per 100.000 kelahitan hidup pada tahun 1994. Sejalan dengan perkembangan ini, angka harapan hidup waktu lahir juga telah meningkat dari rata-rata 45,7 tahun pada tahun 1967 menjadi 64,4 tahun pada tahun 1991 (Supas 1995)
Angka prevalensi Kurang Energi Protein (KEP) sedang dan berat pada anak balita menurun dari 18,9 persen pada tahun 1978 menjadi 14,6 persen pada tahun 1995 (Susenas 1995). Prevalensi KEP total (ringan, sedang dan berat) menurun dari 48,2 persen pada tahun 1978 menjadi 35,0 persen pada tahun 1995. Demikian pula dengan masalah gizi lainnya seperti kebutaan akibat kekurangan vitamin A, anemia gizi besi, dan kurang zat iodium telah menampakkan penurunan. Hasil survei Xeropthalmia pada tahun 1992 meyimpulkan bahwa kebutaan akibat kurang vitamin A sudah tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat lagi. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menemukan prevalensi ibu hamil yang menderita anemia gizi besi telah menurun dari 63,5 persen pada tahun 1992 menjadi 50,5 persen pada tahun 1995. Pada kelompok usia pra-sekolah terjadi penurunan dari 55,5 persen menjadi 40,5 persen. Prevalensi gangguan akibat kurang yodium (GAKY) juga telah menunjukkan angka yang menurun. Angka Total Goiter Rate (TGR) pada tahun 1982 sebesar 37,2 % telah menurun menjadi 27,7 % pada tahun 1990.
Indonesia telah dinyatakan bebas dari penyakit cacar oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) pada tahun 1974 . Disamping itu beberapa penyakit menular lainnya telah berhasil ditekan morbiditasnya seperti penyakit frambusia, kusta, polimyelitis, tetanus neonetorum dan schistosomiasis. Jika pada tahun 1995 masih terdapat 4 kasus poliomyelitis yang dikonfirmasikan sudah tidak ada yang positif. Penyakit Tetanus neonatorum menurun dari 3,77 per 10000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 1,56 per 10000 kelahiran hidup pada tahun 1995. Penyakit schistosomiasis di daerah endemis menurun dari 3,48 % menjadi 1,64%.
Beberapa penyakit menular yang diamati memeperlihatkan kecenderungan peningkatan morbiditas, seperti malaria, demam berdarah dan HIV/AIDS. Annual Parasite Incidence (API) malaria menurun dari 0,21 per 1000 penduduk pada tahun 1989 menjadi 0,09 per 1000 penduduk pada tahun 1996 di Jawa-Bali, untuk kemudian meningkat lagi menjadi 0,20 persen per 1000 pada tahun 1998. Parasite Rate (PR) malaria di luar Jawa-Bali yang semual sebesar 3,97% pada tahun 1995 meningkat menjadi 4,78 persen pada tahun 1997. Incidence rate demam berdarah yang tercata sebesar 23,22 per 100.000 penduduk pada tahun 1996 meningkat menjadi 35,19 per 100.000 penduduk pada tahun 1998. Tuberkulosisi paru masih merupakan penyakit yang perlu mendapat perhatian karena walaupun prevalensinya telah dapat diturunkan dari sebesar 2,9 per 1000 penduduk dalam kurun waktu 1979-1982 menjadi sekitar 2,4 per 1000 penduduk pada akhir Pelita VI, namun belum merata di semua propinsi. Di daerah tertenti seperti Jawa Barat, Aceh dan Bali prevalensi tuberkulosa paru masih berkisar antara 6,5 – 9,6 per 1.000 penduduk.
Pada akhir 1999 sebanyak 23 propinsi telah melaporkan adanya HIV, dimana 14 diantaranya melaporkan adanya AIDS. Secara nasional prevalensi AIDS di Indonesia adalah 0,11 per 100.000 penduduk dengan disparitas antar propinsi yang mencolok. Di Jakarta prevalensi AIDS adalah 10 kali lebih tinggi dari angka nasional, yakni sebesar 1,0 per 100.000 penduduk. Di Irian Jaya prevalensi AIDS adalah 40 kali lebih tinggi dari angka nasional, yaitu 4,4 per 100.000 penduduk.
Penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular juga memperlihatkan kecenderungan peningkatan. Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 menunjukkan bahwa 83 per 1.000 penduduk menderita hypertensi, dan penyakit jantung iskemik dan stroke dialami oleh masing-masing 3 dan 2 per 1.000 penduduk. Gangguan mental emosional pada penduduk usia 5 – 14 tahun dan di atas 15 tahun masing-masing 104 dan 140 per 1.000 penduduk. Masalah kebutaan juga meningkat cukup bermakna dari 1,2 % pada tahun 1995. Kecelakaan lalu lintas di Indonesia pada tahun 1994 mencapai 34,407 korban, naik menjadi 49,098 korban pada tahun 1997. Angka kematian karena kecelakaan lalu lintas meningkat dari 3,2 per 100.000 penduduk pada tahun 1994 menjadi 4,1 per 100.000 penduduk pada tahun 1997.
2. Sarana
Pembanguna kesehatan yang telah diselenggarakan dalam 30 tahun terakhir ini telah berhasil menyediakan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan secara merta di seluruh pelosok tanah air. Pada saat ini untuk memenuhi pelayanan kesehatan dasar telah tersedia 7,243 Puskesmas dimana 1.676 diantaranya telah ditingkatkan menjadi Puskesmas Perawatan yang memiliki sarana tempat tidur, 21.115 Puskesmas Pembantu dan 6.849 Puskesmas Keliling. Dengan demikian setiap kecamatan di Indonesia telah memiliki paling sedikit sebuah puskesmas dan lebih dari 40 persen desa telah dilayani oleh sarana pelayanan kesehatan pemerintah. Ratio antara puskesmas terhadap penduduk tercatat 1:27.600 dan Puskesmas Pembantu terhadap penduduk adalah 1:9.400
Di samping itu telah tersedia pula Balai Pengobatan khusus milik pemerintah yang terdiri dari 21 buah Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4), 7 Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) dan 1 Balai Kesehatan Olah Raga Masyarakat. Disamping itu tersedia pula berbagai sarana pelayanan kesehatan dasar milik jajaran sektor pemerintah di luar kesehatan, seperti lembaga pemasyarakatan, BUMN (perkebunan, pertambangan) dan lain sebagainya.
Di sekor swasta, pelayanan kesehatan dasar, diselenggarakan dalam bentuk dokter praktek, bidan praktek, klinik/balai pengobatan swasta dan rumah bersalin. Masyarakat dan swasta banyak memerlukan sarana pelayanan kesehatan dasar di daerah terpencil.
Untuk memperluas cakupan dan jangkauan pelayanan puskesmas telah dikembangkan pelbagai sarana upaya kesehatan bersumber daya masyarakat. Pada saat ini tercatat sebanyak 243.783 posyandu dengan jumlah kader aktif 1.078.208 orang, 20.880 Pondok Bersalin Desa (Polindes), 15828 Pos Obat Desa (POD) dan 1.853 Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK).
Pemerataan sarana pelayanan kesehatan dasar juga diikuti dengan penambahan sarana pelayanan kesehatan rujukan. Pada saat ini telah tersedia 4 buah :
• Rumah Sakit Umum Kelas A, 54 buah
• Rumah Sakit Umum Kelas B, 213 buah
• Rumah Sakit Umum Kelas C, 71 buah
• Rumah Sakit Umum Kelas D, 335 buah
• Rumah Sakit Umum Swasta, 77 buah
• Rumah Sakit Khusus Pemerintah, dan 139 buah Rumah Sakit Khusus Swasta.
Jumlah tempat tidur seluruhnya mencapai 120.000 buah, sehingga rationya terhadap penduduk adalah 1:1.700.. Tingkat pemanfaatan dan kemampuan pelayanan rumah sakit semakin meningkat dari tahun ke tahun. Untuk menunjang pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, telah dikembangkan 27 Balai Laboratorium Kesehatan (BLK), 27 Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan 10 Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL). Pelayanan laboratorium swasta juga mengalami kemajuan yang pesat. Tercatat pada saat ini sebanyak 599 buah laboratorium klinik swasta yang tersebar di 27 propinsi.
Guna menjamin kelancaran distribusi obat di sektor pemerintah khususnya untuk melayani puskesmas telah dibangun 314 buah gudang Farmasi Kota/Kabupaten (GFK). Sedangkan di sektor swasta telah beroperasi sebanyak 5.724 buah apotik yang tersebar di seluruh Indonesia.
3. Tenaga Kesehatan
Jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan telah mengalami peningkatan yang cukup bearti sehingga saat ini tercatat sekitar 32 ribuan tenaga medis (dokter, spesialis dan dokter gigi) dan 7 ribuan dokter gigi termasuk spesialis, serta 6 ribuan apoteker yang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah dan penyebaran tenaga perawat dan bidan juga mangalami kemajuan pesat. Tercatat jumlah tenaga perawat sekitar 160 ribuan dengan berbagai tingkat pendidikan. Sedangkan jumlah bidan tercatat sebanyak 65 ribuan orang termasuk 52.042 orang bidan di desa. Dengan demikian berarti hampir seluruh desa di Indonesia telah memiliki tenaga bidan.
Untuk menunjang pembangunan dengan paradigma sehat juga telah tersedia berbagai tenaga kesehatan di bidang kesehatan masyarakat. Pada saat ini tercatat sekitar 11 ribuan tenaga kesehatan masyarakat dengan berbagai keahlian termasuk diantaranya bidang gizi sekitar 1.500 orang, dan vbidang kesehatan lingkungan sekitar 4 ribuan orang.
Jumlah keseluruhan tenaga kesehatan yang bekerja di lingkungan Departemen Kesehatan dan pemerintah Daerah di seluruh Indonesia pada tahun 1998 tercatat sekitar 400 ribuan orang, dimana 302.947 orang diantaranya adalah pegawai kesehatan pusat. Sedangkan sisanya sebanyak kurang lebih 90.000 orang adalah pegawai pemerintah daerah.
4. Perbekalan Kesehatan
Pada saat ini tercatat 224 buah industri farmasi yang terdiri dari 4 BUMN, 35 PMA, dan 185 swasta nasional. Sejak diberlakukannya Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) pada tahun 1996 tercatat 162 industri farmasi yang telah mampu memproduksi obat jadi sesuai CPOB.
Sejak awal 1997 Indonesia telah mampu memproduksi obat generik yang dilakukan oleh 4 BUMN dan 60 buah industri farmasi swasta. Obat generik tersebut telah semakin diterima oleh masyarakat luas. Dalam upaya penyembuhan maupun peningkatan kesehatan sebagian masyarakat mempergunakan obat asli Indonesia. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia denganlebih kurang 30.000 jenis tanaman. Sekitar 940 diantara jenis tanaman tersebut telah diketahui berkhasiat sebagai obat dan sekitar 180 diantaranya telah digunakan dalam ramuan obat asli oleh industri obat asli Indonesia.
Pada tahun 1992 jumlah industri obat asli mencapai 449 buah yang terdiri dari 429 buah Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) dan 20 buah Industri Obat tradisuional (IOT). Pada tahun 1998 jumlah industri obat asli telah meningkat menjadi 678 yang terdiri dari 602 buah IKOT dan 76 buah IOT. Dalam catatan tersebut diatas belum termasuk usaha jamu gendong.
Kebutuhan vaksin dalam rangka pencegahan penyakit antara lain BCG, Hepatitis, Poli, Campak, DPT dan Tetanus Toksoid telah dipenuhi dari produksi di dalam negeri. Perbekalan kesehatan telah ada yang diproduksi lokal, sedangkan yang menggunakan teknologi canggih masih diimpor dari luar negeri.
5. Pembiayaan Kesehatan.
Dalam 30 tahun terakhir ini komitmen pemerintah untuk pembiayaan kesehatan telah meningkat. Bila anggaran kesehatan pada tahun 1987/1988 merupakan 2,32% dari total pengeluaran pemerintah, maka pada tahun 1997/1998 anggaran kesehatan tersebut merupakan 4,55 persen dari total pengeluaran pemerintah.
Pembiayaan dari sektor swasta utamanya pembelanjaan masyarakat merupakan porsi terbesar dari pembiayaan kesehatan. Kontribusi sektor swsta dan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan adalah sekitar 65 persen.
Sebagian besar masyarakat membiayai kesehatan mereka masih menggunakan cara membayar untuk tiap pelayanan (fee for service). Hanya 14% masyarakat tercakup dalam program asuransi kesehatan. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) yang telah dikembangkan di semua Kkabupaten/kota diharapkan lebih merasionalkan pembiayaan yang berasal dari masyarakat sebagai landasan untuk mencapai pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Rincian cakupan hasil pengembangan JPKM sampai akhir tahun 1999 Adalah : (1) pemeliharaan kesehatan pegawai negeri dan penerima pensiun sebanyak 17,2 juta peserta, (2) pemeliharaan bagi tenaga kerja dan keluarga sebanyak 1,6 juta peserta, (3) pemeliharaan kesehatan swasta sebanyak 600.000 peserta dan (4) dana sehat sebanyak 22 juta peserta yang tersebar sekitar 15.000 desa. Selain itu, sampai dewasa ini telah terdapat 19 Badan Penyelenggara (Bapel) JPKM yang berizin, dan dalam rangka pelaksanaan program Jaring Pengamanan Sosial Bidang Kesehatan telah terdapat 326 Penyelenggara JPKM yang tersebar di seluruh kabupaten/kota.
Pembangunan kesehatan selama ini selain dilaksanakan dengan kekuatan sendiri juga ditopang oleh Bantuan Luar Negeri bauk berupa Pinjaman Luar Negeri (PLN/Loan) dan Hibah (Grant). Sebagai akibat dari krisis ekonomi maka komponen BLN dalam anggaran kesehatan cenderung meningkat.
6. Kebijakan
Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan dalam hampir 40 tahun terakhir ini telah banyak mengalami perubahan dan perbaikan kebijakan. Dalam Pelita I kebijakan lebih ditekankan pada konsolidasi. Fungsi pelayanan lebih diarahkan pada keterpaduan dan secara komprehensif yang lebih difokuskan pada sektor Pemerintah. Pada tahun 1980-an pola pelayanan mulai bergeser ke sektor swasta. Dalam Pelita II kebijakan antara lain melalui Inpres sarana dan tenaga kesehatan. Pada Pelita III dan IV di samping pemerataan, perhatian juga diarahkan pada peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Hal tersebut tercermin antara lain pada perubahan fungsi puskesmas menjadi puskesmas perawatan. Selanjutnya, dalam Pelita V telah ditetapkan kebijakan untuk menempatkan bidan di desa.
Dalam pelayanan rumah sakit sejak Pelita V dan khususnya dalam Pelita VI perhatian banyak dicurahkan ubntuk memperbaiki mutu pelayanan melalui standarisasi pelayanan dengan pengembangan instrumen akreditasi dan penyusunan indikator penampilan instrumen rumah sakit. Dalam periode ini juga dilaksanakan desentralisasi/penyerahan sebagian fungsi kepada daerah, tanpa diikuti perubahan dalam sumber daya. Dalam Pelita V kebijakan dalam bidang obat-obatan diarahkan pada pemanfaatan obat generik, dimana semua fasilitas kesehatan pemenerintah diwajibkan untuk menggunakan obat generik.
Dengan ditetapkannya UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan maka telah terjadi pembaharuan dalam aturan hukum tertulis mengenai pembangunan kesehatan. Undang-undang trersebut memberikan dasar hukum, arah dan berbagai kebijakan nasional dalam pembangunan kesehatan yang pada periode sebelumnya didasarkan pada Sistem Kesehatan Nasional. Kebijakan yang memadukan sistem pembiayaan dengan sistem pemeliharaan kesehatan secara jelas dikemukakan dalam UU No.23 tersebut.
Untuk melindungi masyarakat dari penyalagunaan obat diterbitkan UU No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU No.22 tahun 1997 tentang Narkotika. Dalam rangka perlindungan konsumen telah pula diundangkan UU No.8 Tahun 1999 menyangkut perlindungan terhadap sediaan farmasi dan pangan. Salah satu tujuan undang-undang tersebut adalah meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
Perkembangan ketatanegaraan saat ini menunjukkan arus desentralisasi yang sangat kuat. Pemberlakuan UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah danm UU No.23/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah akan sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pembanguinan termasuk pembangunan kesehatan.
Desentralisasi upaya kesehatan memberi wewenang kepada kabupaten dan kota untuk menentukan sendiri prioritas pembangunan kesehatan daerahnya sesuai dengan kemampuan, kondisi dan kebutuhan setempat. Dengan sendirinya keberhasilan pembangunan kesehatan di masa mendatang sangat tergantung pada kemampuan sumber daya tenaga yang ada di daerah.
Kecenderungan yang terjadi di dunia dewasa ini adalah makin berperannya pihak ketiga dalam mengatur pembiayaan kesehatan melalui sitem asuransi, baik publik maupun swasta. Keadaan ini juga akan makin menjadi lebih berkembang di Indonesia di masa yang akan datang bila perdagangan antar negara menjadi semakin bebas. Dengan demikian maka kebijakan untuk menganut upaya pembangunan kesehatan dengan sistem pra upaya akan sangat menentukan arah pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Yang semakin merata dan dengan kualitas yang lebih memadai.
MASALAH
1. Derajat Kesehatan
Morbiditas beberapa penyakit menular diamati yang semula menurun atau tidak ditemukan, pada akhir-akhir ini cenderung meningkat, seperti malaria, demam berdarah dan HIV/AIDS. Di samping itu dengan makin terbukanya Indonesia terhadap dunia luar dan kemudahan transportasi, terdapat potensi timbulnya penyakit menular yang dewasa ini belum terdapat di Indonesia. Selain itu penyakit degeneratif, penyakit tidak menular, dan kecelakaan lalu lintas juga cenderung meningkat. Masalah kebutaan juga menunjukkan peningkatan secara cukup bermakna.
Kecenderungan-kecenderungan yang terjadi pada morbiditas penyakit menular, penyakit tidak menular, kecelakaan lalu lintas, dan gangguan kesehatan serta penyakit lainnya merupakan masalah yang akan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat dimasa yang akan datang yang memerlukan langkah-langkah penanganan yang optimal.
2. Kerjasama Lintas Sektoral
Masalah kesehatan adalah merupakan masalah nasional yang tidak dapat terlepas dari berbagai kebijakan sektor lain sehingga upaya pemecahannya harus melibatkan sektor terkait. Isu utamanya adalah bagaimana upaya untuk meningkatkan kerjasama lintas sektor yang lebih efektif.
Pembangunan kesehatan yang dijalankan selama in hasilnya belum optimal karena kurangnya dukungan lintas sektor. Beberapa program sektoral masih ada yang tidak atau kurang berwawasan kesehatan sehingga memberikan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat. Sebagian dari masalah kesehatan adalah akibat dari beberapa faktor, terutama lingkungan dan perilaku, berkaitan erat dengan berbagai kebijaksanaan maupun pelaksanaan program di sektor luar kesehatan. Untuk itu diperlukan pendekatan lintas sektor yang sangat baik, agar sektor terkait dapat selalu memperhitungkan dampak programnya terhadap kesehatan masyarakat.
Demikian pula peningkatan upaya dan manajemen pelayanan kesehatan tidak dapat terlepas dari peran sektor-sektor yang membidangi pembiayaan, pemerintahan dan pembangunan daerah, ketenagaan, pendidikan, perdagangan, dan sosial budaya.
3. Kebijakan Pembangunan Kesehatan
Meskipun kebijakan pembangunan kesehatan telah diarahkan dan diprioritaskan pada upaya pelayanan kesehatan dasar, yang lebih menitikberatkan pada upaya pencegahan dan penyuluhan kesehatan, akan tetapi persepsi masyarakat cenderung masih tetap berorientasi pada upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Upaya meningkatkankesadaran masyarakat untuk dapat menciptakan pola hidup sehat (Paradigma Sehat) sulit dicapai, karena tidak ditunjang oleh faktor sosial-ekonomi, tingkat pendidikan dan budaya masyarakat.
Pola hidup sehat yang belum tercipta dengan baik seperti disinggung diatas diperburuk oleh sangat mahalnya biaya yang dikeluarkan oleh pasien atau keluarganya untuk memperoleh upaya penyembuhab dan pemulihan di fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Di samping itu, hilangnya produktivitas merupakan beban lain yang harus dipikul oleh keluarga pasien. Dengan kata lain, pola pelayanan kesehatan seperti ini selain tidak efisien, juga menghamburkan biaya yang banyak. Sedangkan dilain pihak dana pemerintah semakin berkurang.
Selain itu, wilayah Indonesia yang secara geografis sangat luas dengan perbedaan suku, budaya, agama dan variasi masyarakat yang sangat beragam, kurang diperhitungkan dalam poila pengambilan kebijakan kesehatan. Selama ini pengambilan keputusan kebijakan pembangunan kesehatan dinilai sangat sentralistik yang berdampak berupa ketidaksesuaian sebagian program dengan kebutuhan dan tuntutan daerah atau lokal. Akibatnya pembangunan kesehatan yang diselenggarakan selama ini dinilai belum sepenuhnya efektif dan efisien.
4. Sistem Pembiayaan Pembangunan Kesehatan
Akibat kuatnya peran pemerintah pusat dalam penentuan kebijakan, pola pembiayaan yang diberikan oleh pemerintah pusat berdasarkan pada alokasi anggaran yang telah ditetapkan dengan rincian kegiatan. Pola pembiayaan seperti ini ditambah dengan sistem penggajian pegawai negeri yang tidak memadai sangat sulit untuk menciptakan sistem insentif yang tepat untuk efisiensi anggaran. Hal tersebut diperburuk dengan banyaknya peraturan yang dibuat oleh Pemerintah dan diterapkan secara seragam, sehingga menghilangkan gairah untuk berkompetisi dan menghambat terciptanya pola manajemen yang efisien.
Subsidi yang diberikan Pemerintah untuk sektor kesehatan selama PJP I rata-rata hanya sekitar 2,5 persen dari Produk Domestik Brutp (PDB) yang masih jauh dari standar minimal yang dianjurkan oleh WHO yaitu sebesar 5 persen dari PDB. Dalam pelaksanaannya anggaran yang disubsidi oleh pemerintah yang relatif kecil tersebut, ternyata sebagian besar diberikan dalam bentuk subsidi kepada penyelenggara pelayanan berupa anggaran rutin (termasuk gaji), anggaran pembangunan, maupun biaya operasional dan biaya pemeliharaan. Dengan kata lain pola pembiayaan yang berlangsung selama ini tidak berorientasi kepada kebutuhan masyarakat, dan tidak secara langsung diarahkan untuk mensubsidi masyarakat miskin.
Subsidi yang diberikan pemerintah tersebut hanya merupakan 30 persen dari total biaya kesehatan. Sedangkan 70 persen biaya kesehatan masih merupakan tanggung jawab masyarakat., dan didominasi oleg sistem pembayaran tunai secara individual. Dampak dari keadaan tersebut diatas adalah kesulitan dalam menerapkamn kebijakan kendali biaya dan juga memberatkan pemakai jasa pelayanan.. Padahal biaya kesehatan cenderung akan semakin meningkat dan menjadi tidak terjangkau apabila pola pembiayaan seperti diuraikan diatas masih terus berlangsung.
5. Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan
Pola penentuan kebijakan dan pola pembiayaan yang telah diterapkan selama ini berpengaruh sangat kuat terhadap penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan yang bai dan sesuai dengan standar yang berlaku sukit diperoleh, terutama bagi masyarakat miskin dan masyarakat yang berada di daerah terpencil.
Selain itu, penyelenggaran pembangunan kesehatan masih belum ditopang oleh pemanfaatan kemajuan ilmu dan teknologi yang tepat guna. Lebih dari pada itu para penyelenggara pembangunan kesehatan masih belum sepenuhnya menerapkan etika dan moral yang tinggi. Dampak dari kondisi tersebut adalah penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia yang belum sepenuhnya dilaksanakan secara profesional.
6. Mutu Sarana Kesehatan
Sekalipun jumlah dan penyebaran sarana kesehatan dinilai telah memadai, namun jika ditinjau dari aspek mutu, pelayanan masih dibawah standar. Beberapa sarana kesehatan lainnya, sperti rumah sakit bahkan belum memenuhi standar minimal. Dalam keadaan seperti ini, mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan menjadi masih jauh dari yang diharapkan.
Iklim yang kondusif bagi peningkatan peran serta swasta baik dari dalam negeri maupun luar negeri dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan belum terciptanya secara optimal. Birokrasi dalam segi perijinan dan peraturan yang harus ditempuh menjadi seakan-akan menghambat partisipasi sektor swasta dalam pembangunan kesehatan.
7. Tenaga Kesehatan
Kelemahan pembangunan kesehatan dari sudut tenaga kesehatan adalah yang menyangkut penyebaran yang belum merata, mutu pendidikan yang belum memadai, komposisi tenaga kesehatan yang timpang karena masih sangat didominasi oleh tenaga medis serta kinerja dan produktivitas yang rendah.
Koordinasi lintas sektor khususnya dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam hal peningkatan jumlah lulusan 4 dokter spesialis dasar yang sangat dibutuhkan oleh rumah sakit kabupaten untuk meningkatkan mutu pelayanannya masih kurang. Disamping itu, diperlukan juga tinjauan dan penataan ulang sistem pendidikan tenaga kesehatan lainnya baik yanh dilakukan oleh pemerintah maupun swasta.
Salah satu isu dalam pengembangan tenaga kesehatan adalah pendayagunaan tenaga, dimana distribusi tenaga yang tidak merata menjadi masalah utama. Disamping itu, pengembangan karier tenaga menjadi hal yang sangat perlu dikembangkan, yang meliputi tenaga sektor publik dan tenaga kesehatan sektor swasta. Semua upaya diatas memerlukan dukungan sistem informasi tenaga yang menyeluruh, terpadu dan berdaya guna.
8. Perbekalan Kesehatan
Sebagian besar bahan baku obat untuk keperluan industri farmasi dan alat kesehatan yang berteknologi maju masih tergantung dari impor yang menyebabkan harganya meningkat karena depresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
Aksesibilitas kepada semua lapisan masyarakat yang membutuhkan diupayakan dengan pola penyediaan obat dalam dua jalur yaitu jalur pelayanan sektor publik dan sektor swasta. Di sektor publik pengelolaan obat yang efisien termasuk pengadaan, perencanaan terpadu di Dati II dan distribusi obat langsung di GFK merupakan hal yang mutlak. Dalam hal ini kemampuan analisis kebutuhan obat esensial yang menggunakan pendekatan bottom up planning sesuai dengan pola penyakit merupakan masalah utama. Disamping itu terdapat pula masalah kompleksitas koordinasi.
Masalah lain adalah yang menyangkut pemeliharaan perbekalan kesehatan, disamping standarisasi dan kaliberasi alat-alat yang digunakan.
PELUANG
1. Kependudukan
Jumlah penduduk Indonesia masih akan meningkat terus dengan laju pertumbuhan yang semakin melambat. Pada tahun 1980 penduduk Indonesia berjumlah 147,49 juta jiwa, meningkat menjadi 179,38 juta jiwa pada tahun 1990, dan diproyeksikan menjadi sebesar 210,439 juta jiwa pada tahun 2000. Penduduk Indonesia pada tahun 2010 diproyeksikan sekitar 235 juta jiwa. Pertumbuhan kependudukan ini ditandai pula dengan perubahan struktur umur penduduk dimana terjadi pergeseran dari struktur umur penduduk muda menjadi struktur umur penduduk tua.
Jumlah penduduk Indonesia yang besar dan struktur umur produktif merupakan pangsa pasar dan sumber daya yang potensial untuk pengembangan upaya kesehatan secara nasional. Kecuali itu pelbagai perubahan yang terjadi pada karakteristik demografi sebagai pengaruh keberhasilan pemabangunan seperti pendidikan dan sosial ekonomi akan membuka peluang bagi terselenggaranya pelayanan kesehatan yang lebih efektif, efisien dan bermutu.
2. Hukum dan Politik
Reformasi dalam bidang hukum dan politik yang merupakan tuntutan rakyat membuka peluang yang besar bagi perbaikan sistim dan tata nilai di pelbagai bidang, termasuk dalam bidang kesehatan. Peluang yang besar ini dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk menghasilkan sistimpemerintahan yang bersih (Good Governance) yang berwawasan kesehatan untuk kepentingan dan kemakmuran masyarakat.
Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan UUD 1945 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan secara otonom. Dalam menghadapi perkembangan baik di dalam negeri maupun di luar negeri serta menghadapi tantangan globalisasi yang intinya adalah persaingan bebas, maka penyelenggaraan otonomi daerah dengan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab secara proporsional merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan oleh daerah mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Dengan diberlakukannya UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Dan UU No.25 tahun 1999 tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, merupakan peluang pula bagi daerah untuk melaksanakan pembangunan termasuk pembangunan bidang kesehatan, mempercepat pemerataan dan keadilan sesuai masalah, potensi dan keaneka ragaman daerah dengan melibatkan peran serta masyarakat.
3. Globalisasi
Globalisasi dalam bidang ekonomi yang inti pokoknya adalah perdagangan bebas global, memberi peluang yang besar bagi Indonesia untuk berkiprah dalam perdagangan Internasional. Di bidang kesehatan peluang tersebut terutama berupa kesempatan bagi tenaga kesehatan untuk bekerja di luar negeri. Untuk itu upaya untuk meningkatkan kualitas tenaga kesehatan yang setara dengan luar negeri harus dilakukan antara lain melalui penyempurnaan sistem pendidikan. Masuknya modal asing ke Indonesia akan makin memperluas kesempatan kerja bagi tenaga kesehatan, disamping akan membantu percepatan alih teknologi yang diperlukan bagi peningkatan kualitas dan profesionalisme pelayanan kesehatan di Indonesia.
4. Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi dan kepercayaan yang melanda Indonesia hingga saat ini merupakan pelluang yang baik untuk melakukan berbagai perubahan dalam sektor kesehatan, termasuk menghilangkan berbagai hambatan birokrasi dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi dan kemitraan dalam penyelenggaraan pembangunan. Sulitnya memperoleh pelayanan kesehatan karena rendahnya daya beli membuka peluang yang lebih besar bagi pengembangan dan pemantapan Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
5. Sumber Daya Alam
Bumi dan laut Indonesia sangat kaya akan pelbagai sumber bahan baku obat atai simplisia. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia denganlebih kurang 30.000 jenis tanaman, dan sebagian dari tumbuhan ini merupakan sumber bahan obat alami. Hal ini merupakan peluang yang amat besar untuk memproduksi sendiri bahan baku dan obat jadi di dalam negeri.
6. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam bidang komunikasi, informasi dan transportasi yang semakin baik memberikan peluang untuk mempercepat pencapaian pemerataan pelayanan kesehatan. Sedangkan kemajuan Iptek dalam bidang kesehatan dan kedokteran memberi peluang bagi peningkatan mutu upaya pelayanan kesehatan yang tetap harus diseimbangkan dan diselaraskan dengan iman, taqwa dan etika.
7. Kerjasama dan Kemitraan
Dalam era globalisasi banyak perubahan yang telah terjadi di tingkat nasional, regional dan International yang berdampak multidimensional dan dengan tingkat saling ketergantungan antar sektor yang tinggi. Oleh karena itu kerjasama dan keterkaitan merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan sesuatu era baru yang lebih baik berdasarkan paradigma baru yang dilandasi prinsip menang-menang.
Fenomena kemitraan yang setara, terbuka dan saling menguntungkan ini merupakan peluang yang baik khususnya dalam pengembangan usaha swasta baik dalam skala nasional, regional dan internasional dalam membangun pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan.
ANCAMAN
1. Kondisi Ekonomi Makro
Keadaan ekonomi makro yang belum pulih dari krisis ekonomi merupakan salah satu ancaman terbesar dan paling berat bagi pembangunan nasional, khususnya pembangunan kesehatan sebagai akibat dari makin terbatasnya sumber daya yang ada. Keadaan ini menjadi lebih berat dengan tingkat ketergantungan yang masih besar terhadap bahan impor untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pemulihan kondisi ekonomi makro amat dipengaruhi oleh keadaan politik yang sampai saat ini masih belum cukup stabil. Dengan demikian, walaupun di tingkat nasional telah tumbuh komitmen untuk memberikan alokasi yang lebih besar untuk pembiayaan kesehatan sampai sebesar 5% dari GDP, namun masih terdapat ancaman nyata dari situasi makro ekonomi bahwa sumber daya tersebut mungkin tidak dapat disediakan dalam waktu 2-3 tahun mendatang.
2. Struktur Demografi
Jumlah penduduk yang besar, laju pertumbuhan yang relatif tinggi, tingkat pendidikan dan pendapatan yang masih rendah, serta penyebaran yang tidak merata antar wilayah dapat menjadi ancaman bagi pembangunan, termasuk pembangunan kesehatan. Selain itu struktur umur yang cenderung muda bersamaan dengan makin bertambahnya kelompok usia lanjut merupakan beban ganda bagi pembangunan.
3. Kondisi Ekonomi Masyarakat
Hantaman krisis ekonomi yang berkepanjangan juga telah menunjukkan peningkatan jumlah penduduk miskin disertai dengan terjadinya penurunan berbagai indikator kesehatan, khususnya meningkatnya insidens KEP nyata terutama pada bayi dan anak. Kondisi merupakan ancaman terhadap pencapaian tujuan pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya peningkatan produktivitas bangsa. Kondisi ekonomi masyarakat yang menurun juga berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan, khususnya bagi penduduk miskin. Upaya melalui Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) memang telah meningkatkan akses ini, namun dalam jangka panjang program ini sukar untuk dilestarikan dengan kemampuan sumber daya yang ada.
Adanya berbagai keresahan di bidang ekonomi yang mudah dipicu menjadi kerusuhan dan juga pertikaian yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia yang tidak kunjung selesai juga menjadi ancaman terhadap pembangunan kesehatan dan sekaligus merupakan hambatan untuk mewujudkan Indonesia yang sehat.
4. Geografis
Kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau dengan wilayah lautan yang amat luas merupakan ancaman dalam menyelenggarakan program pembangunan kesehatan. Negara kepulauan seperti ini memang membutuhkan tersedianya sarana transportasi dan komunikasi beserta biaya operasional yang tinggi.
Disisi lain dengan terbukanya berbagai kepulauan, Indonesia rentan terhadap kemungkinan masuknya barang/obat terlarang secara tidak sah. Selain itu, kondisi geografis yang terdiri dari rangkaian gunung berapi yang masih aktif dan sewaktu-waktu dapat meletus, serta sering terjadi gempa bumi dapat menimbulkan bencana alam yang mengancam kehidupan masyarakat. Sedangkan letak Indonesia yang berada di daerah tropis merupakan reservoir yang tepat bagi berkembang biaknya berbagai vektor dan penyebab penyakit.
Posisi silang Indonesia di antara negara besar di dunia dan merupakan alur lalu lintas, secara potensial dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dengan kemungkinan masuknya berbagai kebiasaan yang negatif terhadap kesehatan dan berbagai penyakit dari luar.
5. Rendahnya perilaku Kesehatan, Moral dan Etika
Perilaku hidup sehat sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan penduduk. Tingkat pendidikan yang masih rendah merupakan salah satu sebab rendahnya pemahaman masyarakat terhadap informasi kesehatan serta pembentukkan perilaku sehat.
Penyalahgunaan narkotika, obat, psikotropika dan zat adiktif cenderung meningkat, bahkan telah menyentuh masyarakat yang tak mampu dan anak sekolah dasar dengan eskalasi permasalahan yang semakin luas dan kompleks. Demikian juga produksi dan penggunaan minuman beralkohol dan zat adiktif lainnya termasuk rokok cenderung terus meningkat dengan dampak negatif yang luas terhadap masyarakat.
Di samping itu, berbagai praktek perilaku seksual yang menyimpang, kurangnya disiplin berlalu lintas, kebiasaan merokok serta konsumsi makanan berlebihan dan tak seimbang dapat menjadi ancaman bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Penggunaan bahan-bahan kimia terlarang untuk bahan tambahan makanan dan masalah sanitasi serta hygiene pengolahan terutama pada industri rumah tangga juga merupakan ancaman terhadap kesehatan masyarakat konsumen.
6. Desentralisasi Manajemen Kesehatan
Desentralisasi manajemen kesehatan merupakan komitmen politis yang harus dilaksanakan oleh pimpinan nasional yang akan datang. Dua buah undang-undang yang berkaitan dengan desentralisasi telah diterbitkan, yakni UU No.22 tahun 1999 dan UU No.25 tahun 1999.
Pengalaman banyak negara menunjukkan dengan jelas sekali bahwa bila desentralisasi dilaksanakan secara tergesa-gesa disertai dengan persiapan yang kurang matang baik dari segi konsep maupun operasionalnya, akan timbul kesulitan yang besar sekali dalam implementasinya. Dalam era desentralisasi, kendali Pemerintah Pusat terhadap berbagi program akan berkurang secara drastis. Bila hal ini tidak ditunjang oleh peningkatan kemampuan di provinsi dan kabupaten/kota maka keberhasilan pembangunan kesehatan akan sangat terancam.
7. Globalisasi
Globalisasi merupakan suatu fenomena yang terjadi pada akhir abad ke 20 yang ditandai dengan terjadinya interpenetrasi dan interdependensi dari semua sektor baik ekonomi, politi dan sosio kultural. Keadaan ini menyebabkan terjadinya transformasi masyarakat negara menjadi masyarakat global (dunia) sehingga batas negara menjadi tidak jelas lagi.
Liberalisasi perdagangan yang menjadi ciri utama globalisasi selain kemudahan dalam transfortasi, komunikasi dan informasi, mengandung ancaman besar bagi negara berkembang termasuk Indonesia. Kebijakan GATS (General Agreement on Trade in services) dan TRIPS (Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights) akan sangat berpengaruh terhadap berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat di negara berkembang. Masuknya modal tenaga asing dalam peta pelayanan kesehatan dapat berakibat pada makin berkembangnya mutu pelayanan dan manajemen kesehatan. Namun dampak negatif yang perlu diantisipasi adalah tutupnya berbagai fasilitas pelayanan yang sudah ada, khusunya yang selama ini memberikan pelayanan bagilapisan masyarakat yang kurang mampu. Keadaan ini hanya dapat dicegah dengan upaya yang intensif untuk meningkaykan profesionalisme dan mutu manajemen di fasilitas kesehatan yang ada. Implikasi lain adalah hal-hal yang berkaitan dengan hak cipta, termasuk hak paten untuk berbagai obat dan produksi biomedik. Kondisi ini dapat menghambat pemanfaatan berbagai jenis produk yang sebenarnya dapat digunakan namun dibatasi oleh ketentuan-ketentuan tentang hak cipta. Hal ini juga mengandung implikasi meningkatnya harga obat dan berbagai produk biomedik serta peralatan.
Kemudahan transportasi, komunikasi dan penyebarluasan berbagai informasi akan juga berpengaruh terhadap penyebaran penyakit, narkotika, obat psikotropika dan zat adiktif lainnya, perilaku seks bebas, dan gaya hidup tidak sehat lainnya. Keadaan ini akan sangat besar pengaruhnya terhadap derajat kesehatan masyarakat, khususnya generasi muda bangsa.
8. Pencemaran Lingkungan dan Iklim Global
Di masa depan iklim dan lingkungan akan semakin tidak menguntungkan kesehatan. Pencemaran lingkungan, meliputi pencemaran udara, air, tanah dan makanan akan semakin meningkat. Pencemaran udara di kota-kota besar pada tahun 2000 diperkirakan akan meningkat 2 kali dari tahun 1990 dengan sumber utama emisi kendaraan bermotor dan kegiatan industri. Pencemaran udara di dalam ruangan perlu diwaspadai karena masih tingginya kebiasaan merokok masyarakat. Penanganan limbah rumah tangga perkotaan, baik limbah padat maupun limbah cair yang belum memperhitungkan dampak nya terhadap kesehatan masyarakat merupakan ancaman bagi penduduk bermukim di perkotaan dan sekitarnya. Pencemaran lingkungan yang mengancam kesehatan dapat pula terjadi akibat bencana, baik bencana oleh kegiatan alam maupun akibat ulah manusia.
ISU STRATEGIS
Mempelajari berbagai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman tersebut diatas, maka isu strategis yang harus diatasi adalah sebagai berikut :
1. Kerjasama Lintas Sektor
Sebagian dari masalah kesehatan merupakan masalah nasional yang tidak dapat terlepas dari berbagai kebijakan dari sektor lain sehingga upaya pemecahan ini harus secara strategis melibatkan sektor terkait. Isu utama adalah upaya meningkatkan kerjasama lintas sektor dalam pembangunan kesehatan selama ini sering kurang berhasil.
Perubahan perilaku masyarakat untuk hidup sehat dan peningkatan mutu lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat memerlukan kerja sama yang erat antara berbagai sektor yang terkait dengan sektor kesehatan. Demikian pula peningkatan upaya dan manajemen pelayanan kesehatan tidak dapat terlepas dari peran sektor-sektor yang membidangi pembiayaan, pemerintahan dan pembangunan daerah, ketenagaan, pendidikan, perdagangan, dan sosial budaya.
2. Sumber Daya Manusia Kesehatan
Mutu Sumber Daya Manusia Kesehatan sangat menentukan keberhasilan upaya dan manajemen kesehatan. Sumber daya manusia kesehatan yang bermutu harus selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berusaha untuk menguasai IPTEK yang mutakhir. Di samping itu mutu Sumber daya tenaga kesehatan ditentukan pula oleh nilai-nilai moral yang dianut dan diterapkan dalam menjalankan tugas. Disadari bahwa jumlah sumber daya tenaga kesehatan Indonesia yang mengikuti perkembangan IPTEK dan menerapkan nilai-nilai moral dan etika profesi masih terbatas. Adanya kompetisi dalam era pasar bebas sebagai akibat dari globalisasi harus diantisipasi dengan peningkatan mutu dan profesionalisme sumber daya manusia kesehatan. Hal ini diperlukan tidak saja untuk meningkatkan daya saing sektor kesehatan, tetapi juga untuk membantu peningkatan daya saing sektor lain, antara lain pengamanan komoditi ekspor bahan makanan dan makanan jadi.
Dalam kaitan dengan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan, peningkatan kemampuan dan profesionalisme manajer kesehatan di setiap tingkat administrasi merupakan kebutuhan yang sangat mendesak.
3. Mutu dan Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan
Dipandang dari segi fisik persebaran sarana pelayanan kesehatan baik puskesmas maupun rumah sakit serta sarana kesehatan lainnya termasuk sarana penunjang upaya kesehatan telah dapat dikatakan merata ke seluruh pelosok wilayah Indonesia. Namun harus diakui bahwa persebaran fisik tersebut masih belum diikuti sepenuhnya dengan peningkatan mutu pelayanan, dan keterjangkauan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh kualitas sarana fisik, jenis tenaga yang tersedia, obat, alat kesehatan dan sarana penunjang lainnya, proses pemberian pelayanan, dan kompensasi yang diterima serta harapan masyarakat pengguna. Dengan demikian maka peningkatan kualitas fisik serta faktor-faktor tersebut diatas merupakan prakondisi yang harus dipenuhi. Selanjutnya proses pemberian pelayanan ditingkatkan melalui peningkatan mutu dan profesionalisme sumber daya kesehatan sebagaimana diuraikan diatas. Sedangkan harapan masyarakat pengguna diselaraskan melalui peningkatan pendidikan umum, penyuluhan kesehatan, komunikasi yang baik antara pemberi pelayanan dan masyarakat.
4. Pengutamaan, Sumber Daya Pembiayaan, dan Pemberdayaan Masyarakat
Selama ini upaya kesehatan masih kurang mengutamakan /memprioritaskan pendekatan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan serta pencegahan penyakit, serta kurang didukung oleh sumber daya pembiayaan yang memadai. Disadari bahwa keterbatasan dana pemerintah dan masyarakat merupakan ancaman yang besar bagi kelangsungan program pemerintah serta ancaman terhadap pencapaian derajat kesehatan yang optimal.
Dengan demikian maka diperlukan upaya yang lebih itensif untuk meningkatkan sumber daya pembiayaan dari sektor publik yang diutamakan untuk kegiatan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan serta pencegahan penyakit. Sumber daya pembiayaan untuk upaya penyembuhan dan pemulihan perlu digali lebih banyak dari sumber-sumber yang ada di masyarakat dan diarahkan agar lebih rasional, dan lebih berhasil guna dan berdaya guna untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengeluaran langsung masyarakat digunakan secara kurang efektif dan efisien sebagai akibat dari adanya informasi yang tidak sama antara pemeberi pelayanan dan penerima pelayanan (pasien atau keluarganya). Keadaan ini mendorong perlunya langkah strategis dalam menciptakan sistem pembiayaan yang bersifat pra upaya yang sudah dikenal sebagai Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat.
Ketersediaan sumber daya yang terbatas, khususnya di sektor publik mengharuskan adanya upaya-upaya untuk meningkatkan peran serta sektor swasta khususnya dalam upaya yang bersifat penyembuhan dan pemulihan. Upaya tersebut dilakukan melalui pemberdayaan sektor swasta agar mandiri, peningkatan kemitraan yang setara dan saling menguntungkan antara sektor publik dan swasta sehingga sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal.
Hal lain yang sangat memerlukan penanganan adalah masalah pemberdayaan dan kemandirian masyarakat dalam upaya kesehatan yang masih belum seperti yang diharapkan. Kemitraan yang setara, terbuka, dan saling menguntungkan bagi masing-masing mitra dalam upaya kesehatan menjadi suatu yang mutlak diperlukan untuk upaya pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat, penerapan kaidah hidup sehat dan promosi kesehatan.
DASAR-DASAR PEMBANGUNAN KESEHATAN
Landasan idiil pembangunan nasional adalah Pancasila, sedangkan landasan konstitusionil adalah Undang-undang Dasar 1945. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sedangkan dalam konstitusi organisasi kesehatan sedunia tahun 1948 disepakati antara lain bahwa diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah suatu hak yang fundamental bagi setiap orang tanpa membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat sosial ekonominya.
Dasar-dasar pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah nilai kebenaran tau aturan pokok sebagai landasan untuk berfikir atau bertindak dalam pembangunan kesehatan. Dasar dasar ini merupakan landasan dalam penyusunan visi, misi dan strategi serta sebagai petunjuk pokok pelaksanaan pembangunan kesehatan secara nasional yang meliputi:
1. Dasar Perikemanusiaan.
Setiap upaya kesehatan harus berlandaskan perikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Tenaga kesehatan perlu berbudi luhur dan memegang teguh etika profesi.
2. Pemberdayaan dan Kemandirian.
Setiap orang dan juga masyarakat bersama dengan pemerintah berperan, berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, masuyarakat beserta lingkungannya. Setiap upaya kesehatan harus mampu membangkitkan dan mendorong peran serta masyarakat. Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan berlandaskan pada kepercayaaan atas kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepribadian bangsa.
3. Adil dan Merata.
Dalam pembangunan kesehatan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, tanpa memandang suku, golongan, agama, dan status sosial ekonominya.
4. Pengutamaan dan Manfaat
Penyelenggaraan upaya kesehatan bermutu yang mengikuti perkembangan IPTEK, harus lebih mengutamakan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Selain itu, upaya kesehatan harus dilaksanakan pula secara profesional , berhasil guna dan berdaya guna dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi daerah. Upaya kesehatan diarahkan agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat, serta dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
VISI PEMBANGUNAN KESEHATAN
Gambaran masyarakat Indonesi di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memlili kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Gambaran keadaan masyarakat Indonesia di masa depan atau Visi yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan sebagai berikut:
INDONESIA SEHAT 2010
Dalam Indonesia sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa.
Perilaku masyarakat Indonesia Sehat 2010 yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Selanjutnya kemampuan masyarakat yang diharapkan pada masa depan adalah yang mampu menjangkau pelayang kesehatan yang bermutu tanpa adanya hambatan, baik yang bersifat ekonomi, maupun non ekonomi. Pelayanan kesehatan bermutu yang dimaksudkan disini adalah pelayanan kesehatan yang memuaskan pemakai jasa pelayanan serta yang diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika pelayanan profesi. Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku sehat serta meningkatnya kemampuan masyarakat tersebut diatas, derajat kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat dapat ditingkatkan secara optimal.
MISI PEMBANGUNAN KESEHATAN
Untuk dapat mewujudkan visi INDONESIA SEHAT 2010, ditetapkan empat misi pembangunan kesehatan sebagai berikut:
1. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan
Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh hasil kerja keras sektor kesehatan , tetapi sangat dipengaruhi oleh hasil kerja keras serta konstribusi positif pelbagai sektor pembangunan lainnya. Untuk optimalisasi hasil serta kontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya wawasan kesehatan sebagai asas pokok program pembangunan nasional. Dengan perkataan lain untuk dapat terwujudnya INDONESIA SEHAT 2010, para penanggungjawab program pembangunan harus memasukkan pertimbangan-pertimbangan kesehatan dalam semua kebijakan pembangunannya. Program pembangunan yang tidak berkontribusi positif terhadap kesehatan, apalagi yang berdampak negatif terhadap kesehatan, seyogyanya tidak diselenggarakan. Untuk dapat terlaksananya pembangunan nasional yang berkontribusi positif terhadap kesehatan seperti dimaksud diatas, maka seluruh elemen dari Sistem Kesehatan Nasional harus berperan sebagai penggerak utama pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat , pemerintah dan swasta. Apapun peran yang dimainkan oleh pemerintah, tanpa kesadaran individu dan masyarakat untuk secara mandiri menjaga kesehatan mereka, hanya sedikit yang akan dapat dicapai. Perilaku yang sehat dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu, salah satu upaya kesehatan pokok atau misi sektor kesehatan adalah mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau.
Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau mengandung makna bahwa salah satu tanggungjawab sektor kesehatan adalah menjamin tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak semata-mata berada ditangan pemerintah, melainkan mengikutsertakan sebesar-besarnya peran serta aktif segenap anggota masyarakat dan pelbagai potensi swasta.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya
Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya mengandung makna bahwa tugas utama sektor kesehatan adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan segenap warga negaranya, yakni setiap individu, keluarga dan masyarakat Indonesia, tanpa meninggalkan upaya menyembuhkan penyakit dan atau pemulihan kesehatan. Untuk terselenggaranya tugas ini penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus diutamakan adalah yang bersifat promotif dan preventif yang didukung oleh upaya kuratif dan atau rehabilitatif. Agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat diperlukan pula terciptanya lingkungan yang sehat, dan oleh karena itu tugas-tugas penyehatan lingkungan harus pula lebih diprioritaskan.
ARAH PEMBANGUNAN KESEHATAN
Arah pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 sesuai dengan arah pembangunan nasional selama ini yakni:
Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari pembangunan nasional. Konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu yang telah memperhitungkan dengan seksama berbagai dampak positif maupun negatif setiap kegiatan terhadap kesehatan masyarakat. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia yang sehat, cerdas dan produktif, serta mapu memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat dengan komitmen yang tinggi terhadap kemanusiaan dan etika, dan dilaksanakan dengan semangat pemberdayaan dan kemitraan yang tinggi. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan memberikan prioritas kepada upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit di samping penyembuhan dan pemulihan kesehatan.
Pelayanan kesehatan baik oleh pemerintah maupun masyarakat harus diselenggarakan secara bermutu, adil dan merata dengan memberikan perhatian khusus kepada penduduk miskin, anak-anak, dan para lanjut usia yang terlantar, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Prioritas diberikan pula kepada daerah terpencil, pemukiman baru, wilayah perbatasan dan daerah kantong-kantong keluarga miskin.
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan strategi pembangunan nasional berwawasan kesehatan, profesionalisme, desentralisasi dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat dengan memperhatikan berbagai tantangan yang ada saat ini dan dimas depan antara lain krisis ekonomi, perubahan ekologi dan lingkungan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta globalisasi dan demokratisasi.
Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatam masyarakat dilaksanakan melalui program peningkatan perilaku hidup sehat, pemeliharaan lingkungan sehat, pelayanan kesehatan masyarakat yang berhasil dan berdaya guna, serta didukung oleh sistem pengamatan, informasi, danmanajemen yang handal. Peningkatan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan perlu dilakukan untuk menunjang pembangunan kesehatan dan memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat serta kepada pelaku kesehatan.
Pengadaan dan peningkatan kesehatan terus dilanjutkan. Penelitian dan pengembangan kesehatanperlu terus ditingkatkan untuk mendukung peningkatan kualitas upaya kesehatan. Pengadaan obat dan alat kesehatan yang aman dan terjangkau oleh masyarakat ditingkatkan melalui pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan yang makin maju didukung oleh industri bahan baku obat yang handal dan pengembangan Obat Asli Indonesia. Pembiayaan kesehatan ditingkatkan, baik yang bersumber dari pemerintah maupun masyarakat yang dikelola secara berhasil guna dan berdaya guna serta dapat dipertanggung jawabkan.
Untuk menunjang seluruh upaya pembangunan kesehatan diperlukan tenaga yang mempunyai sikap nasional, etis dan profesional, juga memiliki semangat pengabdian yang tinggi kepada bangsa dan negara, berdisiplin, kreatif, berilmu dan trampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi. Tenaga kesehatan dan tenaga penunjang ditingkatkan kualitas, kemampuan, serta persebarannyaagar merata dan dapat mendukung penyelenggaraan pembangunankesehatan di setiap tingkatan khususnya dalam mendukung pelaksanaan otonomi di kabupaten kota.
TUJUAN PEMBANGUNAN KESEHATAN
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah meningkatkan kesedaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia.
SASARAN PEMBANGUNAN KESEHATAN
Sasaran pembangunan kesehatan dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010 adalah :
1. Kerjasama lintas sektoral
Meningkatnya secara bermakna kerja sama lintas sektor dalam pembangunan kesehatan, kontribusi positif sektor lain terhadap kesehatan, upaya penanggulangan dampak negatif pembangunan terhadap kesehatan, serta membaiknya perilaku dan lingkungan hidup yang kondusif bagi terwujudnya masyarakat sehat.
2. Kemandirian masyarakat dan kemitraan swasta
Meningkatnya secara bermakna kemampuan masyarakat untuk memelihara dan memperbaiki keadaan kesehatannya, serta menjangkau pelayanan kesehatan yangvlayak sesuai dengan kebutuhan. Meningkatnya secara bermakna upaya kesehatan yang bersumber daya swasta serta jumlah anggota masyarakat yang memanfaatkan upaya kesehatan swasta.
3. Perilaku hidup sehat
Meningkatnya secara bermakna jumlah ibu hamil yang memeriksakan diri dan melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan, jumlah bayi yang memperoleh imunisasi lengkap, jumlah bayi yang memperoleh ASI eksklusif, jumlah anak balita yang ditimbang setiap bulan, jumlah PUS peserta KB, jumlah penduduk dengan gizi seimbang, jumlah penduduk buang air besar di jamban saniter, jumlah penduduk yang memperoleh air bersih, jumlah pemukiman bebas vektor dan rodent, jumlah rumah yang memenuhi syarat kesehatan, jumlah penduduk berolah raga dan istirahat teratur, jumlah keluarga dengan komunikasi internal dan eksternal, jumlah keluarga yang menjalankan ajaran agama dengan baik, jumlah penduduk yang tidak berhubungan seks di luar nikah serta jumlah penduduk yang menjadi peserta JPKM.
4. Lingkungan sehat
Meningkatnya secara bermakna jumlah wilayah/kawasan sehat, tempat-tempat umum sehat, tempat pariwisata sehat, tempat kerja sehat, rumah dan bangunan sehat, sarana sanitasi, sarana air air minuman, sarana pembuangan limbah, lingkungan sosial termasuk pergaulan sehat dan keamanan lingkungan, serta berbagai standar dan peraturan perundang-undangan yang mendukung terwujudnya lingkungan sehat.
5. Upaya Kesehatan
Meningkatnya secara bermakna jumlah sarana kesehatan yang bermutu, jangkauan dan cakupan pelayanan kesehatan, penggunaan obat generik dalam pelayanan kesehatan, penggunaan obat secara rasional, pemanfaatan pelayanan promotif dan preventif, biaya kesehatan yang dikelola secara efisien, dan ketersediaan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan.
6. Manajemen Pembangunan Kesehatan
Meningkatnya secara bermakna sistim informasi pembanguna kesehatan, kemampuan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi pembanguna kesehatn, kepemimpinan dan manajemen kesehatan, serta peranturan perundang-undangan yang mendukung pembangunan kesehatan.
7. Derajat Kesehatan
Meningkatnya secara bermakna umur harapan hidup, menurunnya angka kematian bayi dan ibu, menurunnya angka kesakitan beberapa penyakit penting, menurunnya angka kecacatan dan ketergantungan, meningkatnya status gizi masyarakat, dan menurunnya angka fertilitas.
KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN KESEHATAN
Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan menuju terciptanya Indonesia Sehat 2010, maka kebijaksanaan umum pembangunan kesehatan adalah:
1. Pemantapan Kerjasama lintas sektor
Untuk mengoptimalkan hasil pembangunan berwawasan kesehatan, maka kerjasama lintas sektor merupakan hal yang utama, dan karena itu perlu digalang serta lebih dimantapkan secara seksama. Sosialisasi masalah-masalah kesehatan kepada sektor lain perlu dilakukan secara intensif dan berkala. Kerjasama lintas sektor harus mencakup trahap perencanaan, pelaksanaan dan penilaian.
2. Peningkatan Perilaku, Kemandirian masyarakat dan kemitraan swasta
Perilaku hidup sehat masyarakat sejak usia dini perlu ditingkatkan melalui berbagai kegiatan penyuluhan dan pendidikan kesehatan, agar menjadi bagian dari norma hidup dan budaya masyarakat.dalam rangka meningkatkan kesadaran dan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. Peran masyarakat dalam pembangunan kesehatan terutama melalui penerapan konsep Pembangunan Kesehatan Masyarakat tetap didorong dan bahkan dikembangkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan kesehatan serta kesinambungan upaya kesehatan.
Kemitraan swasta lebih dikembangkan dengan memberikan kemudahan dalam membangun terutama pelayanan kesehatan rujukan rumah sakit dan pelayanan medik lainnya, dengan memperhatikan efisiensi keseluruhan sistem pelayanan kesehatan. Kemitraan swasta juga ditingkatkan dalam pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan.
Peran organisasi profesi, sebagai bagian organisasi masyarakat, ditingkatkan terutama yang menyangkut penyusunan dan pemantauan standar dan kode etik profesi dalam pelayanan kesehatan. Organisasi profesi didorong untuk berperan aktif mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, membantu pemerintah dalam perumusan kebijaksanaan dan pengelolaan serta pemantauan pelaksanaan pembangunan kesehatan dan berfungsi pula memberikan masukan untuk mengembangkan sumber daya manusia kesehatan.
3. Peningkatan kesehatan lingkungan
Kesehatan lingkungan pemukiman, tempat kerja, dan tempat tempat umum serta tempat-tempat pariwisata ditingkatkan melalui penyediaan serta pengawasan mutu air yang memenuhi persyaratan terutama perpipaan, penertiban tempat pembuangan sampah, penyediaan sarana pembuangan limbah serta berbagai sarana sanitasi lingkungan lainnya sehingga penduduk dapat hidup sehat dan produktif serta terhindar dari penyakit-penyakit yang membahayakan yang ditularkan melalui atau disebabkan oleh lingkungan tidak sehat.
Kualitas air, udara dan tanah ditingkatkan untuk menjamin hidup sehat dan produktif sehingga masyarakat terhindar dari keadaan yang dapat menimbulkan bahaya kesehatan. Untuk itu diperlukan peningkatan dan perbaikan berbagai peraturan perundang-undangan, pendidikan lingkungan sehat sejak dari usia muda, serta pembakuan mutu lingkungan.
Pengendalian atas penyebab (agent), pembawa (vector) serta sumber (reservoir) penyakit perlu dilakukan untuk terciptanya lingkungan yang sehat bagi segenap penduduk. Perhatian khusus diberikan pula kepada gangguan lingkungan karena penggunaan teknologi dan bahan bahan berbahaya, eksplorasi sumber daya alam yang berlebihan, serta yang disebabkan oleh bencana, baik oleh alam maupun ulah manusia. Dampak global perubahan cuaca perlu diwaspadai terutama yang terkait dengan timbulnya berbagai gangguan kesehatan, disamping dampak negatif kelangkaan bahan pangan yang berpengaruh terhadap gizi penduduk.
4. Peningkatan Upaya Kesehatan
Dalam rangka mempertahankan status kesehatan masyarakat selama krisis ekonomi, upaya kesehatan diprioritaskan untuk mengatasi dampak krisis disamping tetap mempertahankan peningkatan pembangunan kesehatan. Perhatian khusus dalam mengatasi dampak krisis diberikan kepada kelompok berisiko dari keluarga-keluarga miskin agar derajat kesehatannya tidak memburuk dan tetap hidup produktif. Pemerintah bertanggung jawab terhadap biaya pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin.
Setelah melewati masa krisis ekonomi, status kesehatan masyarakat diusahakan ditingkatkan melalui pencegahan dan pengurangan morbiditas, mortalitas dan kecacatan dalam masyarakat terutama pada bayi, anak balita dan wanita hamil, melahirkan dan masa nifas, melalui upaya peningkatan (promosi) hidup sehat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta pengobatan penyakit dan rehabilitasi. Prioritas utama diberikan kepada penanggulangan penyakit menular dan wabah yang cenderung meningkat Perhatian yang lebih besar diberikan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang tinggi, melalui berbagai upaya pelayanan kesehatan kerja termasuk perbaikan gizi dan kebugaran jasmani tenaga kerja serta upaya kesehatan lain yang menyangkut kesehatan lingkungan kerja dan lingkungan pemukiman, terutama bagi penduduk yang tinggal didaerah kumuh.
Peningkatan upaya kesehatan dilakukan dengan menggalang kemitraan sektor swasta dan potensi masyarakat. Peningkatan upaya kesehatan sektor pemerintah lebih diutamakan pada pelayanan kesehatan yang berdampak luas terhadap kesehatan masyarakat. Sedangkan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan penyakit terutama dipercayakan kepada swasta.
Pelayanan kesehatan dasar yang diselenggarakan melalui Puskesmas, Puskesmas Pembantu, bidan di desa dan upaya pelayanan kesehatan swasta ditingkatkan pemerataan dan mutunya. Peningkatan yang sama ditujukan pula untuk pelayanan kesehatan rujukan yang diselenggarakan oleh rumah sakit milik pemerintah maupun milik swasta.
Peningkatan pemerataan dilakukan melalui penempatan bidan di desa, pengembangan Puskesmas yang sudah ada dan membangun Puskesmas Pembantu lengkap dengan sarananya. Peningkatan kualitas dilakukan melalui pelaksanaan jaminan mutu oleh puskesmas dan rumah sakit.
5. Peningkatan Sumber Daya Kesehatan
Pengembangan tenaga kesehatan harus menunjang seluruh upaya pembangunan kesehatan dan diarahkan untuk menciptakan tenaga kesehatan yang ahli dan trampil sesuai pengembangan ilmu dan teknologi, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berpegang teguh pada pengabdian kepada bangsa dan negara dan etika profesi. Pengembangan tenaga kesehatan bertujuan untuk meningkatnya pemberdayaan atau daya guna tenaga dan penyediaan jumlah serta mutu tenaga kesehatan dari masyarakat dan pemerintah yang mampu melaksanakan pembangunan kesehatan.
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) dikembangkan terus untuk menjamin terselenggaranya pemeliharaan kesehatan yang lebih merata dan bermutu dengan harga yang terkendali. JPKM diselenggarakan sebagai upaya bersama antara masyarakat, swasta dan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan biaya pelayanan kesehatan yang terus meningkat. Tarif pelayanan kesehatan perlu disesuaikan atas dasar nilai jasa dan barang yang diterima oleh anggota masyarakat yang memperoleh pelayanan. Masyarakat yang tidak mampu akan dibantu melalui sistem JPKM yang disubsidi oleh pemerintah. Bersamaan dengan itu dikembangkan pula asuransi kesehatan sebagai pelengkap/pendamping JPKM. Pengembangan asuransi kesehatan berada di bawah pembinaan pemerintah dan asosiasi perasuransian. Secara bertahap Puskesmas dan Rumah Sakit milik pemerintah akan dikelola secara swadana. Dalam upaya meningkatkan perbekalan kesehatan, pengadaan dan produksi bahan baku obat yang secara ekonomis menguntungkan terus ditingkatkan. Pengadaan, produksi dan distribusi obat jadi ditingkatkan efisiensi dan mutunya sehingga masyarakat dapat memperoleh obat yang bermutu dengan harga yang terjangkau. Pemakaian obat yang rasional terutama dengan menggunakan obat generik lebih digalakkan melalui upaya promosi dan penyuluhan bagi tenaga kesehatan dan masyarakat umum. Obat-obatan tradisional yang bermanfaat bagi kesehatan akan dimanfaatkan secara terintregrasi dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Disamping itu pembudidayaan dan pemanfaatannya di masyarakat sendiri akan dikembangkan terus melalui pembinaan oleh pemerintah maupun asosiasi profesi.
Pembinaan kualitas makanan dan minuman yang dipasarkan dan dikonsumsi oleh masyarakat ditingkatkan untuk melindungi masyarakat dari bahan dan organisme yang membahayakan kesehatan.
6. Peningkatan Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan
Kebijaksanaan dan manajemen pembangunan kesehatan perlu makin ditingkatkan terutama melalui peningkatan secara strategis kerjasama antara sektor kesehatan dan sektor lain yang terkait, dan antara berbagai program kesehatan serta antara para pelaku dalam pembangunan kesehatan sendiri.
Manajemen upaya kesehatan yang terdiri dari perencanaan, penggerakan pelaksanaan, pengendalian dan penilaian diselenggarakan secara sistematik untuk menjamin upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh. Manajemen tersebut didukung oleh sistem informasi yang handal guna menghasilkan pengambilan keputusan dan cara kerja yang efisien. Sistem informasi tersebut dikembangkan secara komprehensif diberbagai tingkat administrasi kesehatan sebagai bagian dari pengembangan administrasi modern. Organisasi Departemen Kesehatan perlu disesuaikan kembali dengan fungsi-fungsi: regulasi, perencanaan nasional, pembinaan dan pengawasan. Desentralisasi atas dasar prinsip otonomi yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab dipercepat melalui pelimpahan tanggung jawab pengelolaan upaya kesehatan kepada Daerah . Dinas Kesehatan ditingkatkan terus kemampuan manejemennya sehingga dapat melaksanakan secara lebih bertanggung jawab perencanaan dan pembiayaan upaya pelaksanaan kesehatan. Peningkatan kemampuan manajemen tersebut dilakukan melalui rangkaian pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan pembangunan kesehatan yang ada. Upaya tersebut diatas perlu didukung oleh tersedianya pembiayaan kesehatan yang memadai. Untuk itu perlu diupayakan peningkatan pendanaan kesehatan baik yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional maupun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Sumber pendapatan untuk pembangunan kesehatan dapat digali dari pengenaan pajak atas barang konsumen yang merugikan kesehatan seperti cukai rokok dan tembakau, dan pajak atas minuman keras. Sejalan dengan itu semua pendapatan oleh institusi kesehatan pemerintah dikembalikan sepenuhnya untuk membiayai pelayanan kesehatan dan upaya peningkatan mutu pelayanan.
7 Peningkatan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penggunaan sediaan farmasi, makanan dan alat kesehatan yang tidak absah/ilegal.
Peningkatan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penggunaan sediaan farmasi, makanan dan alat kesehatan yang tidak absah/ilegal dilaksanakan melalui pencegahan beredarnya produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu, khasiat/manfaat dan keamanan dan memperluas jangkauan pengawasannya. Disamping persyaratan mutu dan keamanannya, klim iklan dan promosi suatu produk perlu dijamin kebenarannya sesuai dengan data-data ilmiah yang mendukungnya. Kepedulian masyarakat terhadap resiko penggunaan sediaan farmasi makanan dan alat kesehatan juga tidak kalah pentingnyauntuk ditingkatkan melalui berbagai kegiatan Komunikasi Informasi dan Edukasi. Demikian pula penggunaan obat secara rasional oleh kalangan profesi perlu lebih digalakkan melalui upaya yang lebih nyata.
Peningkatan perlindungan masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan dan kesalah gunaan obat, narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan berbahaya lainnya perlu dimantapkan melalui pengendalian produksi, distribusi dan penggunaan yang ketat. Risiko timbulnya keracunan karena penggunaan produk yang mengandung bahan berbahaya perlu dicegah sedini mungkin melalui intensifikasi penyebaran informasi.
Untuk mendayagunakan potensi obat asli Indonesia perlu dikembangkan dan dilakukan berbagai upaya mulai dari hulu sampai ke hilir secara terpadu dan sistematik, dan bekerja sama dengan sektor lain yang terkait. Selain itu citra asli obat Indonesia perlu ditingkatkan utamanya di dalam negeri melalui pemanfaatan yang luas untuk pengobatan sendiri oleh masyarakat dan dalam pelayanan kesehatan formal.
Pemerataan dan ketersediaan obat yang terjangkau dan secara nasional tetap merupakan prioritas perlu dilaksanakan secara konsisten melalui penerapan konsepsi obat esensial. Demikian pula pemanfaatan obat generik perlu lebih ditingkatkan.
8. Peningkatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kesehatan
Penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan akan terus dikembangkan secara terarah dan bertahap dalam rangka menunjang upaya kesehatan, utamanya untuk mendukung perumusan kebijakansanaan, membantu memecahkan masalah kesehatan dan mengatasi kendala di dalam pelaksanaan program kesehatan. Penelitian dan pengembangan kesehatan akan terus dikembangkan melalui jaringan kemitraan dan didesentralisasikan sehingga menjadi bagian penting dari pembangunan kesehatan daerah.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi didorong untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, gizi, pendayagunaan obat dan pengembangan obat asli Indonesia, pemberantasan penyakit dan perbaikan lingkungan. Penelitian yang berkaitan dengan ekonomi kesehatan dikembangkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan pembiayaan kesehatan dari pemerintah dan swasta, serta meningkatkan kontribusi pemerintah dalam pembiayaan kesehatan yang masih terbatas. Penelitian bidang sosial budaya dan perilaku hidup sehat dilakukan untuk mengembangkan gaya hidup sehat dan mengurangi masalah kesehatan masyarakat yang ada.
STRATEGI PEMBANGUNAN KESEHATAN
Strategi pembangunan kesehatan untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010 adalah :
1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan
Semua kebijakan pembangunan nasional yang sedang dan atu akan diselenggarakan harus memiliki wawasan kesehatan. Artinya program pembangunan nasional tersebut harus memberikan kontribusi yang positif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap dua hal. Pertama, terhadap pembentukkan lingkungan sehat. Kedua, terhadap pembentukkan peilaku sehat. Adalah amat diharapkan setiap program pembangunan yang diselenggarakan di Indonesia dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap terbentuknya lingkungan dan perilaku sehat tersebut.
Sedangkan secara mikro, semua kebijakan pembangunan kesehatan yang sedang dan atau akan diselenggarakan harus dapat makin mendorong meningkatnya derajat kesehatan seluruh anggota masyarakat. Jika diketahui pemeliharaan dan peningkatan kesehatan tersebut akan lebih efektif dan efisien jika dilaksanakn melalui upaya promotif dan preventif, bukan upaya kuratif dan rehabilitatif, maka seyogyanyalah kedua pelayanan yang pertaama tersebut dapat lebih diutamakan.
Untuk terselengggaranya pembangunan berwawasan kesehatan perlu dilaksanankan kegiatan sosialisasi, orientasi, kampanye dan pelatihan sehingga semua pihak yang terkait (stakeholders) memahami dan mampu melaksanakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Selain itu, perlu pula dilakukan kegiatan penjabaran lebih lanjut dari konsep tersebut sehingga benar benar menjadi operasional serta terukur segala pencapaian dan dampak yang dihasilkan.
2. Profesionalisme
Profesionalisme dilaksanakan melalui penerapan kemajuan ilmu dan teknologi, serta melalui penerapan nilai-nilai moral dan etika. Untuk terselenggaranya pelayanan yang bermutu, perlu didukung oleh penerapan pelbagaikemajuan ilmu dan teknologi kedokteran. Untukterwujudnya pelayanan kesehatan yang seperti ini, jelaslah pengembangan sumber daya manusia kesehatan dipandang mempunyai peranan yang amat penting. Pelayanan kesehatan profesional tidak akan terwujud apabila tidak didukung oleh tenaga pelaksana, yakni sumber daya manusia kesehatan yang mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.
Lebih dari itu, untuk terselenggaranya pelayanan kesehatanyang bermutu, perlu pula didukung oleh penerapan nilau-nilai moral dan etika profesi yang tinggi. Untuk terwujudnya pelayanan kesehatan yang seperti ini, semua tenaga kesehatan dituntut untuk selalu menjunjung tinggi sumpah dan kode etik profesi. Pelaksanaan perilaku yang dituntut dari tenaga kesehatan seperti diatas perlu dipantau secara berkala melalui kerjasama dengan pelbagai organisasi profesi.
Untuk terselenggaranya strategi profesionalisme akan dilaksanakan penentuan standar kompetensi bagi tenaga kesehatan, pelatihan berdasarkan kompetensi, akreditasi dan legislasi tenaga kesehatan, serta kegiatan peningkatan kualitas lainnya.
3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
Untuk memantapkan kemandirian masyarakat dalam pola hidup sehat, perlu digalang peran serta masyarakat yang seluas-luasnya, termasuk peran serta dalam pembiayaan. JPKM yang pada dasarnya merupakan penataan sub sistem pembiayaan kesehatan dalam bentuk mobilisasi sumber dana masyarakat, adalah wujud nyata dari peran serta masyarakat tersebut, yang apabila berhasil dilaksanakan akan mempunyai peranan yang besar pula dalam turut mempercepat pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan
Dalam konteks penataan sub sistem pelayanan kesehatan, strategi JPKM akan lebih mengutamakan pelayanan promotif dan preventif, yang apabila berhasil dilaksanakan, dinilai lebih efektif dan efisien dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan di samping berpengaruh positif pula dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Untuk terselenggaranya strategi tersebut akan dilaksanakan sosialisasi, orientasi, kampanye dan pelatihan untuk semua pihak yang terkait sehingga mereka memahami konsep dan program JKPM. Selain itu, akan dikembangkan pula peraturan perundang-undangan, pelatihan Badan Pelaksana JPKM, dan pengembangan unit pembina JPKM agar strategi JPKM dapat terlaksana dengan baik.
4. Desentralisasi
Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan, penyelenggaraan pelbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik masing-masing daerah.
Desentralisasi yang inti pokoknya adalah pendelegasian wewenang yang lebihbesar kepada pemerintah daerah untuk mengatur sistem pemerintahan dan rumah tangga sendiri memang dipandang lebih sesuai untuk pengelolaan pelbagai pembangunan nasional pada masa mendatang.
Tentu saja untuk keberhasilan desentralisasi ini berbagai persiapan perlu dilakukan, termasuk yang terpenting adalah persiapan perangkat organisasi serta sumber daya manusianya.
Untuk terselenggarnya desentralisasi akan dilakukan kegiatan analisa dan penentuan peran pemerintah pusat dan daerah dalam bidang kesehatan, penentuan kegiatan upaya kesehatan yang wajib dilaksanakan oleh daerah, analisa kemampuan daerah, pengembangan sumber daya manusia daerah, pelatihan, penempatan kembali tenaga dan lain-lain kegiatan sehingga strategi desentralisasi dapat terlaksana secara nyata.
SUMBER DAYA TENAGA
1. Kebutuhan Tenaga
Penyelenggaraan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan serta pembangunan kesehatan memerlukan berbagai jenis tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan melaksanakan upaya kesehatan dengan paradigma sehat, yakni yang lebih mengutamakan upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan serta pencegahan penyakit. Keperluan tersebut harus disusun dalam suatu rencana kebutuhan tenaga kesehatan sesuai dengan sasaran nasional program pembangunan kesehatan jangka menengah tahun 2010. Selanjutnya keperluan tersebut diperhitungkan terutama terhadap beban kerja yang harus dilaksanakan oleh tenaga kesehatan dalam mencapai sasaran upaya kesehatan pada tahun 2010, untuk kemudian dibagi dengan kemampuan tenaga tersebut melakukan upaya termaksud sampai dengan tahun 2010.
Dewasa ini tenaga kesehatan di Indonesia adalah sekitar 769.832 tenaga, terdiri dari 384.916 tenaga masyarakat dan 384.916 tenaga pemerintah. Kecenderungan penyediaan tenaga tersebut pada tahun 2010 adalah sekitar 1.399.624, yang terdiri dari 699.812 tenaga masyarakat dan 699.812 tenaga pemerintah. Dengan memperhatikan keperluan program-program kesehatan seperti yang digariskan dalam rencana Pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010, dan kemudian proyeksi penyediaan serta pemberdayaan tenaga tersebut, direncanakan tenaga kesehatan di seluruh Indonesia pada tahun 2010 adalah 1.305.000 tenaga. Secara keseluruhan tampaknya jumlah kebutuhan dan penyediaan tenaga kesehatan pada tahun 2010 cukup seimbang. Tetapi bila ditinjau secara lebih spesifik penyediaan untuk beberapa kategori tenaga masih kurang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tenaga tersebut, yaitu terutama : dokter umum, dokter spesialis, perawat dan bidan serta sarjana kesehatan masyarakat.
Gambaran perincian kebutuhan tenaga kesehatan masyarakat dan pemerintah serta menurut jenis tenaga dan masing-masing pokok program, menurut jenis tenaga dan tempat penugasan dapat dilihat dalam tabel 13 dan tabel 14.
2. Pengadaan Tenaga
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga yang direncanakan perlu diadakan peningkatan dan pelatihan serta pengelolaan tenaga kesehatan yang ada.
Pengadaan tenaga kesehatan dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan tenaga yang diselenggarakan oleh masyarakat dan pemerintahan. Pemerintah menetapkan kebijakan pengadaan tenaga bagi Pegawai Negeri Sipil yang meliputi pendidikan dan pelatihan serta menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagio tenaga kesehatan yang bersifat strategi.
Pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan sebagai suatu kesatuan yang terpadu harus dikembangkan secara menyeluruh dan menyangkut hal-hal berikut :
1. Siswa
Pada masa yang akan datang tenaga kesehatan profesional yang akan dikembangkan adalah tenaga kesehatan tingkat madya dan tingkat sarjana. Kebijakasanaan ini ditetapkan karena makin meningkatnya mutu tenaga yang dibutuhkan serta makin banyaknya lulusan setingkat sekolah menengah umum yang dihasilkan.
2. Pendidik
Dengan makin meningkatnya mutu tenaga kesehatan yang dibutuhkan, diperlukan tenaga pendidik yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi, di samping memiliki pula kemampuan mendidik yang handal berdasarkan teknologi pendidik.
3. Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan pada masa yang akan datang harus terakreditasi dan makin ditingkatkan mutunya sedemikian rupa sehingga dapat berperan sebagai sumber teknologi kesehatan, di samping sumber penyediaan tenaga kesehatan
4. Perangkat Lunak dan Perangkat Keras
Perangkat lunak dan perangkat keras merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pendidikan. Oleh karena itu, kedua perangkat tersebut akan dikembangkan secara serasi.
5. Pengembangan Karier Tenaga Kesehatan
Pengembangan karier tenaga kesehatan akan didasarkan pada sistim karier dan prestasi kerja. Pendidikan dan pelatihan harus diarahkan kepada pengembangan karier tenaga kesehatan.
3. Pendayagunaan Tenaga Kesehatan
Pendayagunaan tenaga kesehatan akan menjadi unsur terpenting dalam pengembangan tenaga kesehatan di masa mendatang. Oleh karena itu kemampuan pendayagunaan tenaga di semua tingkat perlu terus ditingkatkan.
Pengembangan karier tenaga kesehatan swasta dan pemerintah penting untuk terus ditingkatkan dan diserasikan secara bertahap. Dalam kaitannya dengan hal ini Pemerintah menerapkan kebijakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil di pusat dan daerah yang meliputi antara lain pengaturan sarana, standar dan prosedur kepegawaian serta pengembangan karier.
Profesionalisme tenaga kesehatan akan terus ditingkatkan dan dilaksanakan melalui penerapan kemajuan ilmu dan teknologi serta melalui penerapan nilai-nilai moral dan etika.
SUMBER DAYA SARANA
1. Kebutuhan Sarana Kesehatan
Salah satu komponen penting dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah sarana kesehatan yang mampu menunjang berbagai upaya pelayanan kesehatan baik pada tingkat individu maupun masyarakat. Pada saat ini telah tersedia 7.243 Puskesmas, sekitar 25.000 Puskesmas Pembantu, 522 RSU pemerintah dari berbagai kelas, 42 RS Khusus Pemerintah, 351 RS Swaswa dan 616 laboratorium klinik swasta di luar RS. Selain itu tersedia pula kantor Kanwil dan Dinas di setiap provinsi dan Kabupaten/Kota, fasilitas Pendidikan dan Latihan, Balai POM, Gudang Farmasi Kabupaten serta Balai Teknik Kesehatan Lingkungan.
Untuk masa mendatang kebutuhan sarana kesehatan akan disusun dengan memperhatikan beberapa asumsi dasar yaitu :
1. Terjadinya pergeseran peran pemerintah dari penyelengaraan pelayanan yang dominan menjadi penyususn kebijakan dan regulasi dengan tetap memperhatikan kebutuhan pelayanan bagi penduduk miskin;
2. Makin meningkatnya potensi sektor swasta dalam penyediaan pelayanankesehatan, khususnya yang bersifat kuratif dan rehabilitatif; dan
3. Teratasinya krisi ekonomi dan politik dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi
Dengan asumsi dasar di atas dan terbatasnya sumber daya yang dimiliki pemerintah saat ini serta terdapatnya niat untuk lebih meningkatkan efisiensi pelayanan, maka secara umum jumlah fasilitas kesehatan sektor pemerintah pada masa yang akan datang tidak akan jauh berbeda dengan situasi sekarang. Pembangunan fasilitas kesehatan baru di sektor pemerintah sejauh mungkin akan dihindari. Kegiatan pembangunan akan lebih diutamakan pada peningkatan kualitas sarana fisik dan kemampuan pelayanannya, misalnya peningkatan status puskesmas pembantu menjadi puskesmas dan puskesmas menjadi puskesmas dengan tempat tidur. Selanjutnya puskesmas juga dapat ditingkatkan fungsinya menjadi rumah sakit umum sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Demikian pula harus diperhatikan kebutuhan masyarakat perkotaan yang akan berbeda dengan masyarakat perdesaan, disamping pesatnya arus urbanisasi yang yang juga harus diperhatikan dalam menghitung kebutuhan fasilitas kesehatan di masa depan. Di samping itu, kemampuan pelayanan kesehatan sektor swasta diharapkan juga akan tumbuh, baik dalam jumlah maupun kapasitasnya.
2. Pengadaan Sarana Kesehatan
Pengadaan fasilitas kesehatan diselenggarakan secara bersama-sama oleh pemerintah dan swasta dengan memeperhatikan faktor efisiensi dan keterecapaian bagi penduduk miskin dan kelompok khusus seperti bayi, balita, dan ibu hamil.
3. Pengelolaan Sarana Kesehatan
Pengelolaan sarana kesehatan merupakan hal yang sangat penting, terutama dengan makin kompleksnya manajemen pelayanan kesehatan di masa depan. Peningkatan kemampuan manajerial yang profesional, di sektor pemerintah dan swasta, yang didukung oleh peningkatan kemampuan teknis tenaga pemberi pelayanan merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan untuk dapat menjamin keberhasilan dan kelestarian upaya pelayanan kesehatan secara nasional. Secara khusus, kemampuan pimpinan daerah untuk melakukan advokasi dan menjalin kemitraan dengan sektor lain dan sektor swasta perlu ditingkatkan.
Sejalan dengan upaya desentralisasi bidang kesehatan, perhatian khusus akan diarahkan pada pembebanan biaya, pengelolaan, akuntabilitas dari sumber daya yang mengikutinya. Fleksibilitas dalam melakukan inovasi manajerial akan terus dikembangkan. Secara khusus perimbangan pembiayaan antara pemerintah Pusat dan Daerah merupakan salah satu kebijakan strategis yang perlu diperhatikan, terutama bagi daerah-daerah dengan tingkat Pendapatan Asli Daerah yang masih rendah. Iklim yang memberikan kemudahan dalam pengadaan fasilitas kesehatan di sektor swasta akan terus dikembangkan untuk mendorong pertumbuhan sektor swasta. Berbagai peraturan perundang-undangan baru akan diciptakan untuk dapat mengatur hal ini.
SUMBER DAYA PEMBIAYAAN
1. Kebutuhan Pembiayaan
Penyelenggaraan program kesehatn memerlukan pengembangan sistem pembiayaan yang bersumber dari pemerintah dan masyarakat termasuk swasta yang mampu menghasilkan tersedianyabdana yang memadai. Pengalaman selama ini menunjukkan terjadinya inefisiensi dalam penggunaan anggaran pemerintah dan swasta. Dengan demikian dalam kurun waktu kedepan akan diupayakan penggunaan dan secara lebih efisien yang dapat dicapai melalui penyusunan sistem pembiayaan yang memperhatikan pemerataan, efisiensi, dan kelestarian serta mampu menjamin tersedianya pelayanan yang berkualitas.
Penggunaan dana pemerintah sampai saat ini masih lebih banyak ditujukan kepada upaya pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif baik pada tingkat pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan. Sistem pembiayaan di atas diharapkan dapat digeser menuju pelayanan promotif dan preventif dengan tetap memperhatikan kelangsungan pelayanan kuratif yang ada, khususnya bagi masyarakat miskin. Dengan akan berjalannya desentralisasi maka sumber dana pemerintah Pusat dan Daearh akan dikembangkan secara optimal dan berimbang, baik antar program kesehatan, antar daerah maupun antar sektor.
Pengeluaran lansung masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang merupakan porsi terbesar dari pembiayaan kesehatan nasional akan diarahkan menjadi sistem pembiayaan pra-upaya (JPKM) sehingga lebih efisien. Selama ini JPKM belum berjalan dengan baik dan karena itu akan ditingkatkan dengan mempersiapkan tenaga profesional lapangan dan menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangannya. Pengembangan sistem ini akan memakan waktu yang cukup lama untuk dapat mencakup sebagian besar penduduk.
Di sisi lain kondisi keuangan negara pada saat ini yang belum cerah disertai dengan berbagai krisis lain yang belum dapat diramalkan kapan berakhirnya menyebabkan perhitungan kebutuhan pembiayaan menjadi amat sulit. Kenyataan bahwa sektor kesehatan merupakan salah satu sektor selain sektor pendidikan dan sosial yang mendapat perhatian besar selama krisis berlangsung merupakan suatu peluang yang harus dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan porsi anggaran sektor kesehatan di masa depan.
Gambaran makro kebutuhan anggaran pemerintah untuk sektor kesehatan diharapkan meningkat dari hanya 2,5% menjadi 5% di masa depan yang diikuti dengan realokasi anggaran kepada berbgai program yang lebih "cost-effective". Di sisi lain, dalam jangka pendek kita masih harus tetap memperhitungkan kebutuhan pembiayaan bagi penyelenggaraan Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan yang diperkirakan masih akan berlangsung beberapa tahun lagi. Keadaan ini sangat tergantung kepada upaya mobilisasi sumber daya masyarakat dalam bentuk pengembangan sistem JPKM berikut perangkatnya.
2. Pengadaan Pembiayaan
Sumber biaya untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan berasal dari dana pemerintah dan masyarakat/swasta. Sejak krisis ekonomi terjadi, terdapat ketergantungan yang besar terhadap dana Bantuan Luar Negeri. Diperkirakan dana BLN ini akan berkurang dalam beberapa tahun mendatang sehingga upaya penggalian sumber dana masyarakat merupakan upaya yang harus dimulai dan dilaksanakan dalam tahun-tahun mendatang.
Perlu diperhatikan bahwa di masa datang peran Daerah akan menjadi menonjol dalam pembiayaan pembangunan kesehatan sebagai konsekwensi logis dari berjalannya desentralisasi.
3. Pengelolaan Pembiayaan
Pengelolaan pembiayaan diarahkan untuk mencapai tingkat efisiensi yang setinggi-tingginya, baik efisiensi alokasi maupun efisiensi teknis baik di tingkat program, wilayah maupun institusi. Kemampuan Dinas Kesehatan Daerah dalam advokasi kepada pemerintah daerah akan pentingnya pembangunan kesehatan wilayah, akan terus ditingkatkan. Selain itu penyelenggaraan pemerintah yang baik (good governance) merupakan suatu pra kondisi untuk dapat terciptanya sistem pembiayaan yang baik.
Pengelolaan dana masyarakat yang diupayakan melalui mekanisme pihak ketiga (JPKM) diharapkan dapat lebih efisien. Keadaan ini dapat segera terwujud bila didukung oleh tenaga pengelola JPKM yang profesional serta tersedianya peraturan perundang-undangan yang menopang.
PROGRAM KESEHATAN UNGGULAN
Menyadari keterbatasan Sumber daya yang tersedia serta disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan yang ditemukan dalam masyarakat dan kecenderungannya pada masa mendatang, maka untuk meningkatkan percepatan perbaikan derajat kesehatan masyarakat yang dinilai penting untuk mendukung keberhasilan program pembangunan nasional, ditetapkan 10 program unggulan kesehatan sebagai berikut :
1. Program Kebijakan Kesehatan, Pembiayaan Kesehatan dan Hukum Kesehatan
2. Program Perbaikan gizi
3. Program Pencegahan penyakit menular termasuk imunisasi
4. Program peningkatan perilaku hidup sehat dan kesehatam mental
5. Program Kesehatan Keluarga Berencana
6. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
7. Program Pengawasan Obat, Bahan Berbahaya, Makanan
8. Program Pengawasan
9. Program Anti Tembakau, Alkohol dan Madat
10. Program Pencegahan Kecelakaan dan Rudapaksa, termasuk Keselamatan Lalu Lintas
U M U M
Pelaksanaan kegiatan pembangunan kesehatan nasional memerlukan penanganan yang luas dan seksama pada berbagai tingkat administrasi pemerintahan dan masyarakat sendiri. Kecuali itu perlu dicermati pula dinamika dan perkembangan yang cepat dan terjadi di dalam maupun di luar negeri. Di samping perlu diperhatikan pula tantangan persaingan global, penyelenggaraan otonomi daerah, perimbangan keuangan Pusat dan Daerah, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keaneka ragaman masing-masing daerah.
Sejalan dengan strategi pembangunan kesehatan untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010, perlu digaris bawahi bahwa pembangunan kesehatan tidak dapat hanya bersandar kepada kegiatan dari sektor kesehatan semata, melainkan merupakan kegiatan pembangunan yang dikerjakan secara sinkron dan efisien dari berbagai sektor terkait. Sejak lama telah disadari bahwa kerja sama lintas sektor dan lintas program merupakan salah satu kunci utama keberhasilan pembangunan, yang selama ini dalam kenyataannya kurang mendapat perhatian yang seksama.
Penggerakkan pelaksanaan pelbagai program kesehatan, dimaksudkan agar pihak yang memberikan pelayanan kesehatan (provider), pihak yang menggunakan pelayanan atau jasa kesehatan (consumer) serta pihak lain sebagai penyangga dan pengawas dapat menyelenggarakan berbagai program kesehatan tersebut dengan sebaik-baiknya.
Perkembangan selama ini menunjukkan bahwa ketergantungan antar manusia makin dirasakan. Untuk keberhasilan pelaksanaan suatu program diperlukan komunikasi dankerja sama antar berbagai kelompok atau unit-uni kerja. Di samping itu perlu ditumbuhkan pula motivasi yang tinggi serta pembaharuan dalam orientasi nilai yang perlu di dukung dengan kesadaran akan pentingnya pengadaan dan penggunaan data, serta penyebarluasan informasi.
Penggerakkan pelaksanaan program meliputi pengorganisasian, pengisian tenaga, motivasi masyarakat dan tugas dalam rangka peningkatan peran serta masyarakat, kerja sama intra dan antar sektoral, serta pembinaan.
PEMBINAAN
Berdasarkan pentingnya pelaksanaan prinsip keterpaduan, maka untuk mendapat hasil yang optimal upaya pembinaan perlu lebih ditingkatkan untuk kepentingan bersama pada semua tingkatan administrasi. Upaya pembinaan tersebut terutama terhadap tenaga kesehatan, agar tenaga kesehatan dapat bekerja dengan dedikasi tinggi, etis, profesional dan nasionalis.
Untuk terlaksananya upaya pembinaan ini diperlukan kajian dan pertimbangan yang mendalam, karena mengkait dengan kenyataan bahwa tenaga kesehatan adalah manusia yang perlu dipenuhi kebutuhan pokok dan pengakuan jatidirinya. Adapun yang dimaksud dengan pembinaan disini adalah suatu kegiatan pemberian petunjuk tentang cara pelaksanaan upaya sesuai dengan ketentuan dan bertujuan mendapatkan kesatuan tindak untuk mencapai hasil guna dan daya guna yang sebesar-besarnya.
PENGAWASAN
Sistem dan pelaksanaan pengawasan pembangunan di Indonesia mencakup pengawasan internal yang meliputi pengawasan fungsional dan pengawasan melekat sebagai bagian dari pengendalian internal, serta pengawasan eksternal yang meliputi pengawasan oleh lembaga konstitusional dan pengawasan masyarakat (publik).
Pada dasarnya pelaksanaan pengawasan diarahkan pada bidang-bidang strategis, dan secara operasional difokuskan pada kegiatan yang dapat memberikan masukkan yang lebih bermakna bagi Pimpinan Departemen dalam rangka menyusun akuntabilitas (pertanggungjawaban) keberhasilan/kegagalan pelaksanaan visi dan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran Indonesia Sehat 2010.
Akuntabilitas yang dilaksanakan oleh organisasi/perorangan memerlukan suatu pengawasan/audit/evaluasi/penilaian mengenai aspek akuntabilitas itu sendiri dari pihak lain, sebelum dilaporkan kepada pihak yang memberi otorisasi pengelolaan sumber daya milik Negara.
PENUTUP
Sebagaimana halnya dengan dokumen pembangunan lainnya, dokumen "Rencana Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010" ini akan dinilai dan ditinjau kembali sesudah pemerintahan baru terbentuk. Dokumen ini disusun dengan dikembangkan dalam keadaan dimana Garis Besar Haluan Negara yang baru belum ditetapkan oleh MPR. Namun demikian dokumen ini telah disusun dengan memperhatikan nilai-nilai dasar yang hidup dalam masyarakat, situasi kesehatan masyarakat serta perkembangan regional dan global.
Menyadari bahwa banyak faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang disusun ini, maka pelaksanaannya dapat dilakukan melalui pendekatan lintas sektor dan lintas program, serta pemberdayaan masyarakat menuju Indonesia Sehat tahun 2010. Selain itu disadari perubahan tatanan ketatanegaraan , desentralisasi, akan sangat berpengaruh dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan di masa mendatang. Kertersediaan sumber daya yang menyusut sebagai akibat dari krisis ekonomi dan politik juga akan sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan program yang telah disusun. Walaupun demikian, adalah harapan bersama dokumen ini dapat kiranya dipakai sebagai dasar bagi penyusunan program pembangunan kesehatan di tingkat provinsi serta ditingkat kabupaten/kota dalam menyongsong era dentralisasi.
@asep.....
MAKASIH BANYAK BRO,DGN BLOK INI SAYA MERASA TERBANTU UNTUK MENYELESAIKAN TUGAS2 KAMPUS AKU.
BalasHapus===MAKASIH LEBIH SUKSES LG ====