Selasa, 20 Oktober 2009

Pengertian Ushul Fiqih

Sebelum bergumul dengan diskursus ilmu Ushûl al-Fiqh, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memberikan makna kata tersebut secara definitif.

Ushûl al-Fiqh adalah rangkaian dua kata dasar. Dalam gramatika arab, susunan kata Ushûl al-Fiqh dinamakan dengan tarkib idlôfy (kata majemuk), yaitu susunan dua kata yang saling berkaitan satu sama lain. Kata pertama (ushûl) dinamakan dengan mudlôf (yang dijadikan sandaran) dan kata kedua (fiqh) dinamakan dengan mudlôf ilaih (yang bersandar). Kemudian kata ini digunakan oleh pakar-pakar ilmu ushûl dan fuqâha untuk sebuah istilah (`alam laqab) disiplin ilmu tertentu, sehingga mengalami metamorfosa (peralihan makna).

Dua kata yang dirangkai menjadi satu kalimat (tarkib idlôfy) terkadang mempunyai korelasi makna dengan bentuknya setelah bermetamorfosa menjadi sebuah nama (`alam), seperti kata `Abdullah yang dijadikan sebuah nama -`alam isim-. Terkadang pula tidak mempunyai korelasi makna diantara keduanya, seperti `anfu an-naqâh (nama panggilan -`alam laqab- untuk Ja`far ibn Qarî`. Dikisahkan bahwa suatu hari ayahnya membagi-bagikan daging unta betina kepada istri-istrinya, kemudian Ja`far ibn Qarî` mendatangi ayahnya untuk mendapatkan jatah bagi ibunya, namun yang tersisa hanya tinggal kepalanya saja. Dalam perjalanan pulang dia menyeret kepala unta tersebut dengan memegang hidungnya). Kata Ushûl al-Fiqh sendiri termasuk dalam rangkaian kata yang mempunyai korelasi makna dalam beberapa sudut pandang.

Perbedaan dalam mendefinisikan Ushûl al-Fiqh antara `alam laqab dengan idlôfah itu sendiri dari dua sudut pandang:

- `Alam laqb merupakan sebuah nama -istilah- untuk sesuatu, sedangkan idlôfah adalah rangkaian kata yang bisa bermetamorfosa menjadi `alam (baik `alam isim, kunyah ataupun laqab)

- Setelah Ushûl al-Fiqh dijadikan `alam laqb, maka akan mengakomodir tiga aspek, yaitu pengetahuan tentang dalil-dalil hukum syara`, metodologi penetapan hukum dan kapasitas seseorang yang mempunyai kompetensi dalam menginterpretasikan dalil-dalil. Adapun bentuk idlofy hanya mengakomodir tentang pengetahuan dalil-dalil.

Dari sini, dalam mendefinisikan Ilmu Ushûl al-Fiqh seyogyanya ditinjau dari dua aspek:

1. Tinjauan kata Ushûl al-Fiqh sebelum dijadikan nama untuk sebuah disiplin ilmu.

a. Ushul

Secara etimologi (bahasa) Usul merupakan bentuk Jamak dari kata Aslu, yaitu sesuatu yang mempunyai cabang. Seperti aslu al-walad (anak) adalah orang tua dan aslu asy-syajaroh (pohon) adalah akar. Allah swt. berfirman: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit” (QS. Ibrahim : 24)

Menurut Abu al-Husain al-Bashry, Ashlu yaitu sesuatu yang dibangun diatasnya sesuatu yang lain.

Secara terminologi, pengertian Ushûl adalah sesuatu yang memiliki cabang. Para ulama sendiri memutlakannya kedalam beberapa pengertian:

- ad-Dalil (petunjuk)

Seperti al-ashlu (ad-dalîl) dalam setiap permasalahan adalah al-kitâb wa as-Sunnah. Makna ini adalah pengertian yang dipakai dalam disiplin ilmu ushûl.

- ar-Rajhân (yang utama)

Seperti al-ashlu (ar-râjih) dalam setiap perkataan bagi pendengar adalah makna hakikat bukan makna majaz.

- al-Qa`idah al-Mustamirrah (kaidah-asas)

Seperti diperbolehkannya memakan bangkai dalam kondisi tertentu tidak sesuai dengan al-ashlu (al-Qa`idah al-Mustamirrah).

- ash-Shurah al-Muqayyas `alaiha

Yaitu bentuk negasi dari furû` dalam bab al-Qiyâs.

b. Fiqh

Pengertian fiqih secara etimologi adalah mutlaq al-fahmu (pemahaman). Alloh swt. berfirman dalam surat an-Nisâ ayat 78:

فَمَالِ هَؤُلاءِ الْقَوْمِ لا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا

Artinya: Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) Hampir-hampir tidak memahami pembicaraan [pelajaran dan nasehat-nasehat yang diberikan] sedikitpun?

Pengertian al-fahmu itu sendiri adalah pengetahuan yang mendalam tentang akar-pangkal makna suatu kalimat (ilmu-red).

Menurut sebagian pendapat, al-fiqh itu sendiri diartikan sebagai al-`ilm (pengetahuan) dan al-fithnah (kecerdasan). Dikatakan pula bahwa al-fiqh adalah pemahaman terhadap sesuatu yang sulit untuk difahami (samar). Menurut Imam al-Jurjâny dan Abu al-Husain al-Bishry, al-fiqh adalah pengetahuan tentang sesuatu yang dikehendaki (diucapkan) oleh pembicara.

Sedangan pengertian fiqih ditinjau dari sudut pandang terminologi adalah ilmu yang membahas tentang hukum-hukum syara` yang bersifat amaliyyah (perbuatan) yang digali dari uraian dalil-dalil terperinci dengan jalan ijtihad.

Sebagian ulama mendefinisikannya dengan pengetahuan seorang mujtahid akan seluruh hukum-hukum syara` yang bersifat furu`iyyah-juziyyâh (partikular), baik dengan metodologi istidlâl (mengutip langsung dari sumber asal) ataupun tahayyu bi al-istidlâl (menggunakan perangkat-perangkat lain), seperti metode qiyas, istihsân, al-`adat al-muhkamât dan lainnya.

Dari pemaparan diatas, dapat ditarik sebuah garis kesimpulan bahwa makna Ushûl al-Fiqh ditinjau dari sudut pandang ini adalah dalil-dalil yang berkaitan dengan hukum-hukum syara` yang bersifat amaliyyah (perbuatan).

2. Tinjauan kata Ushûl al-Fiqh setelah dijadikan nama untuk sebuah disiplin ilmu.

Ushûl al-Fiqh adalah disiplin ilmu yang membahas tentang dalil-dalil dan kaidah-kaidah fiqh secara general (mujmal), pakar-pakar ilmu ushûl yang mempunyai pengetahuan tentang kaidah-kaidah tersebut, metodologi perumusan dan penetapan hukum partikular (juziyyât) dan kapasitas seseorang yang mempunyai kompetensi dalam menginterpretasikan dalil-dalil (mujtahid). Sebagian ulama ushûl mendefinisikannya dengan pengetahuan tentang kaidah-kaidah hukum fiqh.

Secara implisit, definisi ini memuat tiga aspek:

a. Kaidah-kaidah general fiqh

Yaitu kaidah-kaidah umum yang dijadikan sarana untuk menggali hukum-hukum syara`, baik yang disepakati ataupun tidak. Seperti muthlaq al-amr li al-wujûb (bentuk perintah mutlak menunjukan hukum wajib), ijmâ`, qiyâs, istishâb dan kaidah lainnya.

b. Metodologi penetapan hukum partikular

Yaitu metodologi perumusan dan perincian hukum syara` ketika ditemukan kontradiksi (ta`ârudl) dalam dalil-dalil asumtif (dzanny), seperti mendahulukan dalil yang khâsh (khusus) dari dalil yang `âm (umum).

c. Kapasitas mujtahid

Yaitu pembahasan tentang syarat-syarat seseorang yang mempunyai kapasitas dalam merumuskan hukum.

Dengan demikian, disiplin ilmu Ushûl al-Fiqh merupakan cabang ilmu yang membahas sumber-sumber pembahasan diskursus Fiqh, metodologi sistematika (tharîqah manhâjiyyah) penggalian hukum syar`i sebagai landasan teoritis yang bersifat global (ijmâliyyah) dan syarat-syarat mujtahid. Hal ini berbeda dengan Fiqh yang menitikberatkan pada tataran praktis-aplikatif.
@asep....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar